Monday, May 30, 2016

Perenungan Bulan Terakhir

30 Mei 2016

Enggak terasa kehamilan saya udah masuk minggu ke-37. Beberapa minggu lagi saya bisa bertemu langsung dengan sosok yang selama 9 bulan ini menyertai saya di manapun, menendang perut saya, dan membawa perubahan besar pada diri saya, fisik dan mental.

Banyak teman yang bilang hamil itu menyenangkan karena kamu merasa seperti ratu, semua keinginan dituruti, kemana-mana diantar, dan diberi perhatian lebih oleh keluarga. Hal itu enggak berlaku buat saya. Maksud saya, hamil itu sendiri sudah menyenangkan, di luar semua keuntungan tambahan yang didapatkan oleh ibu hamil.

Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, menjadi seorang istri prajurit membutuhkan keikhlasan. Dalam masa kehamilan ini, agak sulit buat saya untuk melaksanakan pesan tersebut. Walaupun saya menyadari bahwa tugas suami lebih penting daripada keluarga, namun ada kalanya situasi membuat saya sulit untuk menelan fakta tersebut.

Dengan situasi tinggal seorang diri di rumah dinas, tidak jarang sayang merasa kesulitan menjalani kehamilan ini. Di satu pagi kaki saya keram dan tidak ada suami yang bisa membantu meluruskannya, di malam lainnya saya mengalami demam dan tidak ada suami yang bisa memberi saya obat dan mengompres dahi saya. Beberapa kali saya bercerita ke suami tentang semua keluh kesah saya, berharap ia dapat menyempatkan diri untuk menemui saya dan calon anaknya. Dan ketika harapan tersebut tidak terpenuhi, saya pun kecewa dan sedih.

Namun Tuhan masih begitu baik pada saya, Ia membuka mata saya dan menyadarkan saya betapa suami saya senantiasa berusaha meringankan beban saya dari kejauhan. Seminggu yang lalu, saya mendapat kesempatan untuk mengunjungi suami saya di batalyon tempatnya bertugas. Saya melihat langsung tempat tinggalnya, tempat ia bekerja, makanan yang ia makan sehari-hari, dan orang-orang yang bergaul dengannya sehari-hari. Tempat tidur yang keras, makanan yang sederhana dan fasilitas seadanya, itulah yang ia dapatkan setiap hari. Tapi semua itu tidak pernah ia keluhkan, setiap kali kami berkomunikasi via telepon seluler. Saya tahu dan sadar, di luar kebersahajaannya sebagai seorang prajurit, ia tidak mau membuat saya khawatir. Betapa suami saya telah mengurangi beban saya dari kejauhan!

Terima kasih suamiku yang telah menjadi sistem pendukung terbaikku. Semoga kita bisa selalu saling menopang, mendorong, dan menjaga. God bless your kind heart.