Sebenernya malu juga ya bikin postingan ini, karena setelah saya kilas balik postingan-postingan terakhir saya, ternyata banyak juga postingan tentang suami saya... Hehehe...
But anyway, I really have to post this. Bahkan sebenarnya saya sudah merencanakan untuk memposting tentangnya dari sebulan yang lalu *handsupyouprocastinators*
Awal tahun ini, tepatnya 3 Januari 2020, suami saya mendapatkan kepercayaan untuk bergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL). Satuan Tugas ini bertanggung jawab untuk menjaga keamanan di perbatasan Lebanon dengan Israel (memastikan tidak ada angkatan Israel yang menduduki Lebanon Selatan), membantu pemerintah Lebanon dalam pengembalian otoritasnya, serta menjaga perdamaian dunia secara umum. Oke guys, zuzur kalimat sebelumnya saya translate dari website ini: https://unifil.unmissions.org/ (silakan diklik kalau tertarik mengetahui lebih lanjut tentang UNIFIL)
Pertama kali suami saya memberitahukan bahwa dia akan berangkat penugasan lagi, saya cukup mengalami dilema. Another long-term deployment, another long distance marriage, and so on. Kalau pengalaman ditinggal suami untuk penugasan, tentu saja ini bukan pengalaman pertama saya. Selama 4 tahun kami menikah, saya rasa hampir separuhnya kami habiskan dalam jarak jauh. But that fact does not make it easier for me to accept another departure, having in mind that I'm still in the most tiring phase of my ophthalmology residency.
Selain penugasan selama 12 bulan, seluruh tentara yang akan diberangkatkan juga menerima pembekalan di Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) Sentul, terhitung sejak 3 bulan sebelum keberangkatan. Suami saya, yang ditunjuk sebagai Perwira Seksi Personil (Pasipers), juga intens mempersiapkan kelengkapan dokumen untuk keberangkatan serta kloter keberangkatan (chalk) selama masa pembekalan ini. Tidak jarang saya merasa sedih, karena suami begitu sibuk, bahkan sebelum dia benar-benar berada di Lebanon.
Singkat cerita, tibalah waktunya suami saya harus berangkat ke PMPP untuk dikarantina sebelum hari keberangkatan. Suami saya bercerita, ketika dia berpamitan kepada komandan di tempat dia berdinas, komandan (Kakum Kostrad) berkata padanya "Wah, pulang dari Lebanon bisalah beli mobil Innova, nih.".
Lalu saya bertanya pada suami saya, "Lalu kamu bilang apa?"
Suami pun melempar senyum pada saya dan menjawab, "Izin Kakum, uangnya mau saya tabung untuk membantu istri saya yang sedang sekolah."
Seketika itu juga saya menangis, bukan karena sedih, namun karena terharu mendengar jawaban suami saya. Saya tahu selama beberapa bulan yang lalu, suami saya berangan-angan membeli motor baru karena motornya sudah tua. Saya juga ingat, suami saya ingin membawa keluarganya pergi berlibur apabila dia mendapat rezeki. Tapi jawaban yang dilontarkannya ke Kakum, sungguh di luar dugaan saya. Dia menyatakan kasihnya pada saya di hadapan orang yang dia hormati.
So, this is my appreciation post for my husband. Thank you for always putting me as your priority. I am really really thankful to have you in my life and to walk this path of life with you. Untuk sementara waktu ini, enggak ada lagi yang bawain air putih setiap bangun pagi dan sebelum tidur malam, enggak ada lagi yang ajak doa pagi bareng, dan enggak ada lagi rekan streaming film di laptop sambil makan martabak coklat keju. But, everything will be okay. Semoga kamu selalu dalam perlindungan Tuhan dalam pekerjaanmu di sana, menjadi terang dan garam di tengah-tengah lingkunganmu, kembali ke tanah air dalam keadaan sehat. Itulah yang paling penting!