Tuesday, April 14, 2020

Bekerja dari Rumah, Belajar dari Rumah, Ibadah di Rumah, Versiku

Wabah COVID-19 memang sangat mengkhawatirkan. Jumlah pasien yang positif meningkat pesat, yang meninggal karenanya pun tidak sedikit. Orang-orang di sekitar saya, sejawat saya, pendeta yang saya kenal, relatif saya, juga mengalami imbasnya. Semenjak Presiden Jokowi mengumumkan bahwa penduduk Indonesia harus bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan ibadah di rumah tanggal 15 Maret 2020, banyak sekali perubahan yang terjadi pada saya dan keluarga saya.

Bekerja dari Rumah
Hal ini tentu tidak dapat saya lakukan. Sebagai tenaga medis, saya tetap bekerja di rumah sakit, walaupun dengan intensitas yang lebih rendah dari biasanya. Saya bekerja di poliklinik 2-3 kali seminggu dan di IGD 2 kali dalam sebulan. Ayah saya tidak banyak mengalami perubahan, karena beliau memang sudah tidak bekerja lagi. Sementara itu, ibu sayalah yang paling merasakan dampak dari anjuran pemerintah ini. Ibu saya adalah wanita yang sangat aktif, tidak bisa diam di rumah. Jadi ketika Presiden Jokowi mengumumkan work from home kami sudah bisa menduga pasti ibu sayalah yang paling sulit menahan diri. Ibaratnya, dia bisa "stres" kalau di rumah saja! Wkwkwk... Selama beberapa minggu ini, "pekerjaan" kami di rumah adalah olah raga pagi, berjemur, makan pagi, mandi, mendampingi anak saya belajar, membersihkan perabotan atau mainan anak saya, makan siang, menonton film, tidur siang, makan kudapan sore, mandi, makan malam, dan menonton televisi atau menemani anak saya bermain sampai mengantuk. Such a slow life! Hahaha... Ibu saya kadang mengeluh karena dia sangat rindu keluar rumah. Saya? Saya pribadi merasa ini seperti mimpi! Di tengah kesibukan residensi, acara keluarga (ada orang bilang orang Batak setiap minggu pasti ada pesta atau arisan), dan kesibukan lainnya, saya mendapat kesempatan untuk bangun pagi dan memandangi wajah anak saya (ya maunya suami saya juga, tapi dia masih di Lebanon..wkwkwk) yang sedang tidur tanpa khawatir akan terlambat ke rumah sakit. Entahlah, mungkin memang pada dasarnya saya orang yang introvert, tapi menurut saya momen ini priceless.


Belajar dari Rumah
Ada 2 orang di rumah yang masih mengikuti pendidikan formal, yaitu saya dan anak laki-laki saya. Akibat wabah COVID-19 ini, pendidikan spesialis saya memang mengalami hambatan, istilahnya dalam beberapa minggu ini proses belajar di rumah sakit mengalami resesi, walaupun tugas akademik tidak diundur tenggat waktunya (hiks). Anak saya juga harus belajar dari rumah. Setiap hari Miss yang mengajarnya di sekolah akan mengirimkan video, tugas apa saja yang harus dilakukan oleh anak saya hari itu. Saya sebagai orang tuanya, diminta untuk mendampingi proses belajarnya. Memang menjadi guru ternyata tidaklah mudah. Seringkali saya tidak sabaran dalam mengajar anak saya dan berujung pada wajah seram dan suara tinggi. Kadang saya merasa bersalah, karena apa yang saya lakukan itu bisa saja membuat anak saya trauma dan tidak mau belajar lagi. Sedikit demi  sedikit, saya mempelajari karakter anak saya, mengenali cara belajar apa yang paling nyaman untuknya. Proses mendampinginya belajar juga membuat ikatan perasaan yang dulu terasa longgar karena minimnya kebersamaan, kini menjadi erat kembali. 

Ibadah di Rumah
Sejak 22 Maret 2020, kami sekeluarga telah memulai ibadah di rumah saja. Ibadah hari minggu bagi kami bukanlah semata untuk hadir di gereja saja. Hari minggu adalah hari keluarga untuk kami, karena biasanya kami bisa berkumpul lengkap di hari itu. Ibadah minggu pun seringkali dilanjutkan dengan acara makan bersama atau sekedar ngopi dan mengobrol di kafe. Sekarang, kami harus melaksanakan ibadah di rumah menggunakan live streaming. Memang pertama kali melakukannya, saya merasa canggung, namun setelah beberapa kali mengikuti ibadah virtual, saya merasakan ada sisi positifnya juga, loh. Di gereja seringkali perhatian kita terganggu, semisal ada sahabat yang mengajak ngobrol, ada baby yang menangis, ataupun ada jemaat yang menarik penampilannya. Di rumah, saya merasa ibadah saya menjadi lebih khusuk dan minim distraksi. Selain itu, sebagai guru sekolah minggu, saya dan teman-teman menjadi lebih aktif mempersiapkan ibadah virtual untuk anak-anak sekolah minggu di gereja kami. Setiap orang berpartisipasi, berusaha memberikan yang terbaik untuk dijadikan bahan ajaran. Beberapa waktu yang lalu, kami juga merayakan Hari Jumat Agung dan Paskah melalui ibadah virtual. Saya sangat merasakan keuntungan dari ibadah virtual ini, karena saya dapat mengikuti beberapa kali ibadah dari berbagai gereja tanpa harus bergerak kemana pun. Isn't it great?

Well, bukannya saya senang dengan adanya wabah COVID-19 ini. Namun, bagi saya pribadi, virus ini telah memberikan banyak pelajaran. Sudah pasti virus ini mengajarkan saya bahwa kita manusia ini, bukanlah apa-apa dibandingkan sang Pencipta. Lihatlah saat ini, kita takut pada sebuah virus, yang ukurannya bahkan lebih kecil dari sebuah sel. Just like that, Tuhan membolakbalikan dunia ini. Jadi tidak ada artinya bagi kita untuk menyombongkan diri, kemampuan, atau kepemilikan kita, karena semua itu fana. Bagi saya pribadi, pandemik ini adalah kesempatan yang diberikan bagi saya untuk merefleksikan diri saya, nilai-nilai yang selama ini saya pegang, dan apa yang benar-benar berarti bagi saya.  Tentu saja suatu saat pandemik ini akan berakhir dan kita harus melanjutkan hidup. Ketika waktu itu tiba, saya yakin kita semua telah siap untuk menjalaninya dan make the best of it. Tetap semangat walaupun di rumah saja, ya!