Tuesday, April 14, 2015

Acara Adat Batak II: Patua Hata dohot Marhusip

Hi!

Melanjutkan postingan 2 bulan yang lalu tentang tata cara pernikahan adat Batak, kali ini aku mau membagikan pengalamanku tentang acara Patua Hata dohot Marhusip. Acara ini adalah kelanjutan dari acara Marhori-Hori Dinding. Marhusip artinya adalah berbisik-bisik. Mengapa dinamakan demikian? Karena pada dasarnya acara ini bukan acara adat dengan formasi lengkap, maksudnya Hula-Hula atau keluarga dari mama tidak ikut menghadiri acara.

Pada sejarahnya, Marhusip dilakukan malam hari di rumah calon pengantin perempuan. Namun, saat ini banyak terjadi perubahan dalam pelaksanaannya karena penyesuaian dengan kegiatan lainnya (orang Batak terkenal selalu sibuk berpesta di akhir pekan, bukan?) Acara marhusip dihadiri oleh keluarga pihak paranak, keluarga pihak parboru, dan juga beberapa saksi (biasanya dongan sahuta).

Puji Tuhan aku dan abang sudah menjalani acara Patua Hata dohot Marhusip pada tanggal 4 April 2015. Acara ini dihadiri oleh keluarga Sihombing (keluargaku), keluarga Hutajulu (keluarga abang), dan dongan sahuta. Acara dimulai pada jam 11 pagi dan selesai jam 3 sore. Acara diawali dengan kedua raja parhata (ahli bicara) dari kedua belah pihak yang saling bersahut-sahutan. Setelah itu keluarga pihak pengantin perempuan menyambut kedatangan pihak pengantin laki-laki yang datang membawa makanan. Karena acara Marhusip dibuat pada siang hari, maka rangkaian acaranya dilaksanakan setelah makan siang bersama.

Dalam acara Marhusip ini, setiap hal terkait acara pesta adat/ pesta unjuk dibahas dengan teliti. Setelah pembicaraan selesai, barulah kedua calon mempelai dipersilakan untuk masuk ke ruang pertemuan. Aku diberi nasihat singkat oleh raja parhata keluarga Sihombing dan abang pun demikian. Setelah itu kami menyalami keluarga besar pasangan. Pada saat itu aku menyalami dan memperkenalkan diri kepada keluarga besar Hutajulu dan abang juga melakukan hal yang sama kepada keluarga Sihombing.

Seusai perkenalan, setiap orang yang hadir dalam acara Marhusip mendapat uang ingot-ingot, yaitu sejumlah kecil uang sebagai "pengingat" untuk para keluarga agar terus berpartisipasi dalam proses pernikahan adat dan juga bagi kedua calon mempelai untuk menjaga komitmen masing-masing sampai hari pernikahan tiba. Akhirnya acara pun ditutup dengan doa bersama agar persiapan acara pernikahan berjalan lancar. Amin :)

Thursday, April 2, 2015

Sebuah Tindakan Kebaikan Acak

Hai, apa kabar?

Hari ini aku mau bercerita tentang kejadian menarik yang kualami baru-baru ini. Dua buah episode yang terangkai dalam satu cerita yang memberi suatu pembelajaran bagiku. Ya, manusia memang tidak akan pernah berhenti belajar, bukan?

Cerita ini tidak akan terjadi bila Tuhan tidak menempatkanku di tempat kerja yang baru. Ya, karena tempat kerjaku yang baru terbilang sangat jauh dari rumah dan mengharuskanku melewati jalan tol untuk pulang ke rumah. Di Jakarta, setiap pintu tol mempunyai 2 macam gerbang, yaitu gerbang biasa dan gerbang tol otomatis (GTO). Setelah beberapa hari melewati gerbang tol biasa, aku memperhatikan bahwa antrian mobil di GTO tidak sepanjang antrian di gerbang tol biasa. "Kalau aku punya kartu E-Toll tentu aku dapat memotong waktu perjalananku ke rumah," pikirku. Akhirnya dimulailah sayembara pencarian kartu tersebut. Aku mencari-cari di swalayan dan toko, namun kartu tersebut selalu telah habis terjual, sementara aku tidak punya waktu untuk pergi ke bank karena pekerjaan.

Akhirnya kuurungkan niatku untuk membeli kartu E-Toll. Aku pun pulang ke rumah dengan melewati gerbang biasa seperti sebelumnya. Suatu hari, ada kemacetan parah di pintu tol Cililitan. Ternyata hari itu ada kecelakaan lalu lintas di jalan tol. Alhasil pergerakan mobil sangat lambat, bahkan aku sempat berhenti selama 10 menit di pintu tol. Saat berhenti itulah, aku menanyakan kepada bapak petugas di gerbang tol, di mana aku dapat membeli kartu E-Toll. "Biasanya ada, Mbak, yang suka jualan di depan pintu tol. Tapi hari ini lagi enggak ada," jawabnya. Mendengar jawaban itu, aku agak sedih. Ternyata sulit sekali untuk mendapatkan kartu itu. Tak lama mobil pun  bergerak maju. Kemacetan parah membuat mobilku hanya maju sedikit-sedikit.

Tak lama seseorang mengetuk kaca jendela mobilku. Sebelum menengok sebenarnya aku sempat merasa waswas karena maraknya berita tentang pembegalan akhir-akhir ini. Tapi untungnya, ternyata bapak petugas pintu tol yang menghampiriku. Setelah kubuka jendela mobilku, dia  menyodorkan kartu
E-Toll kepadaku. "Ini, Mbak, ambil saja. Saya punya dua kartu," ujarnya. Refleks saya merasa senang sekali mendapat kartu yang sudah kuincar beberapa hari terakhir. Bapak petugas pintu tol bahkan menawarkan untuk mengisikan kartu tersebut agar bisa segera kupakai (di saat-saat seperti itu aku bersyukur untuk kemacetan di Jakarta ini...hahaha).

Singkat cerita, akhirnya aku mempunyai kartu E-Toll itu, dan memang benar, aku bisa menghemat beberapa menit waktu perjalanan pulang ke rumah. Tapi cerita tidak berhenti di situ. Seminggu kemudian, aku melewati pintu tol yang sama, yaitu pintu tol Cililitan. Aku masuk ke gerbang GTO. Saat mengantri, entah kenapa mobil di depanku berhenti sangat lama. Akhirnya seorang bapak keluar dari mobil dan memintaku untuk memundurkan mobil karena dia telah salah memasuki gerbang. Dia tidak memiliki kartu E-Toll.

Namun aku tidak bisa memundurkan mobilku karena antrian mobil di belakangku juga mulai memanjang. Dengan panik, bapak pemilik mobil di depanku minta maaf pada pengendara mobil-mobil di belakangku dan meminta mereka untuk mundur juga. Pengemudi-pengemudi di belakangku tampak kesal dan akhirnya hampir terjadi keributan. Aku pun teringat akan kartu E-Toll pemberian bapak petugas pintu tol.

Satu minggu yang lalu, di pintu tol Cililitan, seorang bapak petugas pintu tol telah memberikanku, orang yang tidak dikenalnya, kartu E-Toll-nya dengan cuma-cuma. Sekarang aku diberi kesempatan untuk melakukan kebaikan kepada seorang yang tidak kukenal. Di pintu tol yang sama, dengan sebuah kartu yang sama.

Aku pun keluar dari mobil dan memutuskan untuk meminjamkan kartu itu pada bapak pemilik mobil di depanku. Bapak itu tampak sangat lega dan berterima kasih.

Mungkin ini cerita yang sederhana saja, tapi aku belajar sesuatu dari cerita ini. Kita selalu diberi kesempatan untuk melanjutkan perbuatan baik. Aku memutuskan untuk percaya bahwa bapak yang kutolong itu akan melanjutkan perbuatan baik yang diterimanya, sama seperti yang kuterima dari bapak petugas pintu tol.

Nah, perbuatan baik apa yang akan kamu lakukan hari ini?