Saturday, February 18, 2017

Updates on Production

Setelah 5 bulan masuk kerja, produksi ASI saya semakin surut. Awal bekerja lagi, saya selalu pulang membawa 3 botol penuh ukuran 200 cc, sekarang saya hampir enggak pernah membawa botol penuh lagi. Walaupun kata ahli per-ASI-an produksi ASI hanya ditentukan oleh frekuensi memompa (supply by demand) tapi bagi saya banyak faktor lain juga yang mempengaruhi,seperti kelelahan, faktor psikologi ibu, dan juga nutrisinya.

Bulan Desember 2016 lalu, saya jatuh sakit untuk pertama kalinya sejak melahirkan. Saya demam 39.6 derajat dan meriang. Takutnya luar biasa, bagaimana kalau saya harus minum obat atau bahkan diopname? Produksi ASI saya saat itu terjun bebas. Saya hanya dapat memompa 90 cc ASI padahal sudah 6 jam tidak menyusui atau memompa. STRES!

Apa yang saya lakukan saat itu? Saya makan nasi setiap 4 jam, minum obat dan suplemen, tidur sepanjang hari kecuali saat menyusui Nixon. Saya juga minum air putih hingga 4 liter untuk mencegah dehidrasi yang bisa juga menyebabkan produksi ASI turun. Puji Tuhan tiga hari kemudian kondisi saya membaik. Produksi ASI pun meningkat lagi walaupun enggak pernah sebanyak saat saya belum sakit.

Akhirnya Nixon pun mulai makan makanan padat, sehingga kebutuhan ASI-nya berkurang, seenggaknya 30 persen. Sekarang Nixon minum ASIP yang disimpan di chiller saja, bukan ASIP beku. Selama saya tinggal kerja, Nixon bisa menghabiskan sekitar 400-450 cc ASIP, sama dengan jumlah ASIP yang saya hasilkan selama di kantor, sehingga otomatis enggak ada lagi tabung menabung ASIP.

Saya harap Nixon bisa lulus S2 ASI, itulah target saya. Saya banyak membaca ibu menyusui yang mengonsumsi ASI booster untuk meningkatkan produksi ASI-nya. Saya pribadi enggak terpikir untuk mengonsumsi booster tertentu. Bagi saya, makan  bergizi, istirahat cukup, mood yang stabil, dan berdoa, sudah cukup. Bila memang ASI saya habis di tengah jalan, berarti itu memang sudah waktunya dan saya enggak akan ngoyo. Toh membesarkan anak enggak hanya sekedar berapa lama kita menyusuinya atau seberapa banyak ASI kita. Masih banyak hal yang harus kita perjuangkan dan ajarkan. Semoga Tuhan melindungi anak-anak ini :)

Tuesday, December 20, 2016

Untuk Para Bunga Negara

Dari semua media sosial yang saya punya, sepertinya blog ini yang paling sedikit dilihat orang, makanya saya bicara di sini tentang uneg-uneg saya, supaya tidak mengundang kontroversi.

Saya sangat terganggu dengan istri-istri anggota TNI, yang dengan sadar ataupun tidak, mengunggah pesan-pesan berbau SARA di media sosial. Bukan karena saya kaum minoritas, tetapi saya sebagai sesama istri prajurit, merasa bahwa pesan-pesan tersebut adalah ancaman internal yang tidak hanya dapat merusak kesatuan TNI tetapi juga NKRI.

Tidak sedikit saya temui istri prajurit yang mengunggah foto-foto dan pesan-pesan di media sosial yang menyudutkan agama dan ras tertentu. Walaupun hati merasa sedikit tertantang, saya memilih untuk tidak bereaksi. Bukan berarti saya merasa bersalah atau terintimidasi, tapi saya tidak mau memperkeruh suasana, menimbulkan debat kusir yang tidak ada ujungnya. Hei, nyawa suami saya lebih penting! Maksudnya?

Lima tahun yang lalu di Magelang, suami saya telah bersumpah untuk menjaga keutuhan NKRI hingga titik darah penghabisan. Saya pun mengalaminya dan menyaksikan suami saya siap sedia, 24 jam sehari, 7 hari seminggu, demi pekerjaan yang sangat dicintainya. Prinsipnya hanya satu: NKRI harga mati. Lalu di manakah tempatnya untuk saya dapat menyentil sedikit prinsipnya itu, jika itu sama dengan membahayakan nyawa suami saya sendiri? NON-SENSE!

Saya yakin istri anggota TNI adalah perempuan terpilih, bukan perempuan yang asal bicara tanpa berpikir panjang. Di luar apapun agamanya atau apapun rasnya, kita mempunyai tugas yang sama: mendukung suami menjaga keutuhan NKRI. Sebelum mengunggah sesuatu di media sosial, ada baiknya kita telaah dulu apa efeknya terhadap orang lain. Jadi ya ibu-ibu, saya lebih suka melihat unggahan foto-foto selfie yang itu-itu saja, dan foto-foto yang berhubungan dengan perkembangan anak, foto-foto kegiatan Persit di ranting masing-masing, dan unggahan lain yang lebih menyenangkan daripada unggahan SARA-mu itu. Di situasi yang panas saat ini, bukankah seharusnya kita, bunga-bunga negara, yang menjadi penyejuk hati?

Sunday, December 11, 2016

Surat Untuk Nixon S.ASI (Sarjana ASI)

Hari ini, 11 Desember 2016, Nixon genap berusia 6 bulan. Selama 6 bulan ini, Nixon hanya tergantung pada ASI Mami. Yah sesekali Mami tempelin pisang dan pepaya sih ke mulutmu untuk kamu jilat-jilat. Oh iya buah naga juga! 😁

Selama 6 bulan ini, Mami berusaha konsisten memompa ASI sebanyak 3 kali di tempat kerja dan 2 kali di rumah. Tidak setiap hari Mami pulang membawa botol-botol penuh ASIP. Ada kalanya yang dibawa botol setengah penuh, seperempat penuh, bahkan botol kosong. Tapi itu tidak memudarkan semangat Mami untuk memberikan yang terbaik buat Nixon. Mami percaya Tuhan pasti cukupkan kebutuhanmu, Bang. Mami juga bersyukur karena Mami mendapat banyak dukungan dari Papimu yang sedang berdinas di perbatasan, Opung, saudara-saudara, dan teman-teman Mami.

Nixon sayang, Mami juga bersyukur Tuhan memakaimu sebagai saluran berkat. Nixon sudah membantu teman dan saudara Nixon dengan mendonorkan ASIP Mami. Kamu punya saudara-saudara sepersusuan, Bang. Lucu ya!

Nah, usia 6 bulan tandanya lampu hijau untuk MPASI. Mami semangat sekali, Bang, mau menyuapimu makan. Mami harap kamu menyenangi pengalaman makanmu, sama seperti Papi Mamimu yang hobi makan. Hahaha... Sehat-sehat terus dan makan yang lahap ya, Bang!

Dalamnya laut tidak melebihi dalamnya kasihku padamu.

Peluk hangat,
Mami

Wednesday, September 21, 2016

Setengah Jalan Menuju S1

Tanpa terasa, cuti melahirkan saya berakhir tanggal 6 September 2016 yang lalu. Tiga bulan ternyata enggak terasa ya kalau dihabiskan untuk mengurus si kecil? Dan seperti ibu pekerja lainnya, datanglah kegalauan menjelang mulai bekerja. Ninggalin rumah selama 12 jam untuk pertama kalinya tanpa Nixon berhasil membuat mata saya berkaca-kaca di mobil dalam perjalanan menuju tempat kerja (gengsi nangis di rumah, pasti diledekkin opungnya Nixon... Zzz...)

Walaupun saya harus bekerja, saya bertekad Nixon harus lulus ASI eksklusif. Enggak muluk-muluk, minimal 6 bulan saja sampai dia mulai makan makanan padat. Kalau bisa sampai 2 tahun, itu bonus buat dia. ASI eksklusif selama 6 bulan seperti yang dianjurkan oleh WHO (World Health Organization) penting banget untuk perkembangan otak bayi, daya tahan, dan juga ternyata social skill bayi. Untuk ibu, ASI juga bermanfaat sebagai kontrasepsi alami (jadi enggak hamil lagi untuk sementara waktu), bahkan bisa membantu menurunkan berat badan pasca melahirkan (saya setuju banget yang ini!)

Nah, awal-awal setelah melahirkan, enggak ada masalah sama sekali dengan produksi ASI saya. Bahkan 2 minggu sebelum Nixon lahir, saya sudah memproduksi kolostrum, si cairan kuning pekat yang hanya dihasilkan selama beberapa hari setelah melahirkan. Sepulang dari rumah sakit, payudara saya juga sempat bengkak karena produksi ASI cukup banyak sementara Nixon baru minum sedikit sekali (lambung bayi baru lahir hanya sebesar kelereng). Akhirnya, berdasarkan saran dari teman baik saya, saya mulai memompa ASI. Saya menggunakan pompa manual merk Pigeon. Pertama kali saya memompa, kolostrum yang dihasilkan hanya sekitar 20cc. Ternyata karena payudara saya terlalu bengkak, kolostrum justru sulit dipompa. Saya sempat menangis waktu itu, karena nyeri dan karena takut saya mengalami mastitis (infeksi di kelenjar susu). Setelah berkonsultasi dengan teman-teman, akhirnya saya mulai mengompres payudara dengan air hangat dan dingin bergantian. Ajaib, setelah dikompres kolostrum saya mulai mengalir deras ketika dipompa. Saya berhasil mengeluarkan sekitar 60 ml kolostrum dari masing-masing payudara.

Masalah lain pada saat awal saya menyusui adalah puting lecet. Menurut yang saya baca, puting lecet disebabkan oleh perlekatan (latch-on) yang tidak baik antara mulut bayi dan payudara ibu. Bisa jadi hanya puting ibu yang masuk ke dalam mulut bayi, padahal seharusnya puting dan sebagian besar areola (lingkaran gelap yang mengelilingi puting). Saya pun mengalami hal itu (hiks!). Ya walaupun saya dokter dan sudah paham tentang perlekatan yang benar, tapi dalam prakteknya susah juga yah :( Minggu pertama saya menyusui Nixon, saya sangat kesakitan karena puting saya lecet-lecet. Rasanya jangan ditanya. Ngilu sampai kaki tiap kali menyusui, bahkan kadang saya sampai menggigit kerah baju saya untuk menahan sakit saat menyusui.

Melewati bulan pertama, saya mulai merasa nyaman saat menyusui Nixon, produksi ASI pun lancar jaya. Sambil menyusui, saya masih bisa menabung ASI perah (ASIP) sebanyak 300-400 ml per hari. ASIP dapat bertahan kualitasnya selama 6 bulan apabila dibekukan di freezer khusus ASIP/ freezer kulkas 2 pintu. Penting banget bagi ibu pekerja untuk menabung ASIP selama cuti melahirkan, untuk antisipasi produksi ASI berkurang setelah bekerja. Dan memang benar, saya merasa produksi ASI saya menurun semenjak masuk kerja (padahal baru 2 minggu kerja!)

Dengan jam kerja saya yang 9 jam per hari, saya harusnya dapat memompa ASI sebanyak 3 kali. Namun karena jam kerja saya berbeda-beda setiap harinya, maka jadwal memompa saya di tempat kerja pun tidak teratur. Dengan memompa 3 kali selama di tempat kerja, saya dapat membawa pulang ASIP sekitar 400-500 ml. Namun ini masih kurang, karena Nixon minum sekitar 5 kali selama saya tinggal dan volume susu yang dia minum 120 ml,  jadi selama saya tinggal dia menghabiskan sekitar 600 ml ASIP. Nah, makanya saya harus memompa 1-2 kali lagi di rumah agar tidak defisit. Biasanya saya memompa malam sebelum tidur dan pagi sebelum berangkat kerja. Beberapa sumber bilang kalau memompa paling efektif itu di pagi-pagi buta, tapi saya enggak kuat! *bendera putih

Puji Tuhan sampai sekarang tabungan ASIP beku belum pernah saya pakai dan tersimpan aman di freezer dan Nixon minum ASIP yang diperah sehari/ dua hari sebelumnya yang hanya saya simpan di chiller. Harapan saya sih Nixon enggak perlu minum ASIP beku, jadi tabungan saya itu bisa didonorkan untuk bayi-bayi lain yang memerlukan. Kan seneng kalau bisa jadi saluran berkat untuk orang lain.Hehehe...Semangat ya untuk semua ibu pekerja!

Tabungannya Nixon

Monday, July 11, 2016

Dear Son

June 11th, 2016

Our dear Paulus Nixon Hutajulu,

It was exactly 1 month ago when Mami gave birth to you. Since then, you have changed our whole world.

You are a great gift from God. Such an amazing grace to be your warm nest for 38 weeks and to be your parents for as long as we live. Our prayer is that you will grow healthily, be a child of light, and glorify God with everything you do.

We love you, Son.

Monday, May 30, 2016

Perenungan Bulan Terakhir

30 Mei 2016

Enggak terasa kehamilan saya udah masuk minggu ke-37. Beberapa minggu lagi saya bisa bertemu langsung dengan sosok yang selama 9 bulan ini menyertai saya di manapun, menendang perut saya, dan membawa perubahan besar pada diri saya, fisik dan mental.

Banyak teman yang bilang hamil itu menyenangkan karena kamu merasa seperti ratu, semua keinginan dituruti, kemana-mana diantar, dan diberi perhatian lebih oleh keluarga. Hal itu enggak berlaku buat saya. Maksud saya, hamil itu sendiri sudah menyenangkan, di luar semua keuntungan tambahan yang didapatkan oleh ibu hamil.

Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, menjadi seorang istri prajurit membutuhkan keikhlasan. Dalam masa kehamilan ini, agak sulit buat saya untuk melaksanakan pesan tersebut. Walaupun saya menyadari bahwa tugas suami lebih penting daripada keluarga, namun ada kalanya situasi membuat saya sulit untuk menelan fakta tersebut.

Dengan situasi tinggal seorang diri di rumah dinas, tidak jarang sayang merasa kesulitan menjalani kehamilan ini. Di satu pagi kaki saya keram dan tidak ada suami yang bisa membantu meluruskannya, di malam lainnya saya mengalami demam dan tidak ada suami yang bisa memberi saya obat dan mengompres dahi saya. Beberapa kali saya bercerita ke suami tentang semua keluh kesah saya, berharap ia dapat menyempatkan diri untuk menemui saya dan calon anaknya. Dan ketika harapan tersebut tidak terpenuhi, saya pun kecewa dan sedih.

Namun Tuhan masih begitu baik pada saya, Ia membuka mata saya dan menyadarkan saya betapa suami saya senantiasa berusaha meringankan beban saya dari kejauhan. Seminggu yang lalu, saya mendapat kesempatan untuk mengunjungi suami saya di batalyon tempatnya bertugas. Saya melihat langsung tempat tinggalnya, tempat ia bekerja, makanan yang ia makan sehari-hari, dan orang-orang yang bergaul dengannya sehari-hari. Tempat tidur yang keras, makanan yang sederhana dan fasilitas seadanya, itulah yang ia dapatkan setiap hari. Tapi semua itu tidak pernah ia keluhkan, setiap kali kami berkomunikasi via telepon seluler. Saya tahu dan sadar, di luar kebersahajaannya sebagai seorang prajurit, ia tidak mau membuat saya khawatir. Betapa suami saya telah mengurangi beban saya dari kejauhan!

Terima kasih suamiku yang telah menjadi sistem pendukung terbaikku. Semoga kita bisa selalu saling menopang, mendorong, dan menjaga. God bless your kind heart.

Monday, April 4, 2016

Menjadi Istri Prajurit

Mungkin banyak orang bilang menjadi istri prajurit itu keren, tapi saya yakin enggak akan ada yang bilang menjadi istri prajurit itu gampang. Ketika saya memutuskan untuk menikah dengan seorang prajurit, ketika itu juga saya menyatakan ikhlas untuk menanggung semua risikonya.

Saya harus ikhlas ketika suami saya harus pergi bertugas ke luar kota (atau keluar negeri) selama berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan.

Saya harus ikhlas ketika banyak momen penting dalam keluarga yang harus saya jalani sendiri; ulang tahun, ulang tahun pernikahan, bahkan... kelahiran anak.

Saya harus ikhlas ketika saya harus melakukan segala sesuatu sendiri; bekerja, mengurus rumah, bersosialisasi dengan keluarga besar, dan berorganisasi.

Saya harus ikhlas ketika saya harus menggantikan peran suami saya dalam keluarga; sebagai bapak, sebagai abang, sebagai anak, dan sebagai sahabat.

Menjadi istri prajurit adalah tantangan yang besar dan membutuhkan kerja keras. Dulu, tidak pernah terpikir oleh saya akan menjalani kehidupan sebagai istri prajurit yang menurut saya kaku dan penuh aturan. Tapi siapa sangka, saat ini saya justru menjadi bagian dari keluarga militer.

Walaupun berat, saya bersyukur dipertemukan dengan suami saya. Tuhan memang memberikan segala sesuatu yang kita butuhkan, bukan inginkan. Saya bersyukur untuk pembelajaran yang saya dapatkan melalui kehidupan saya sebagai istri prajurit. Saya bersyukur untuk suami yang menerima kekurangan saya dan bahkan selalu mendorong saya untuk terus belajar. Dia tidak pernah memaksa saya untuk menjadi istri prajurit yang terbaik, namun penerimaannya itulah yang justru memotivasi saya untuk menjadi lebih baik lagi. Suami saya adalah anugerah Tuhan untuk saya! :)

Untuk para istri prajurit, para perempuan terpilih, semoga kita bisa terus mendampingi dan mendukung suami masing-masing dalam pengabdiannya. Semangat!