Monday, October 27, 2014

Happy National Blogger's Day!

So this morning I heard from the radio on my way to the hospital that today is The National Blogger's Day! Yeay!

Now let me tell you why I started a blog.

I guess everyone have had their moments in their career when they have to do what they don't want to do to level up or get promotions. I notice since long time ago in med school that my job requires endless episodes of writing (and reading as well). Problem is, I don't like writing. In fact, I hate it.

After moments of hiding myself from the task to write (any kind of writings), I'm out of reasons to avoid it. The only way to save myself is to write.

So I started a blog, where I can train myself to transform my thoughts into words, the kind of easy-to-understand yet artistically-composed words. It was HARD and still is HARD to do. But I know I'm moving in the right direction. Days needed to write a post have turned into hours and minutes, progressively. My writings are still messed-up, but at least I know I'm doing something to fix my lacks.

Now, instead of making excuses, I spend more time to think of what to write next, and it's not a waste of time at all.

So, I suggest you (whoever you might be) to start writing. No need to publish it in a blog or something. Personal or common, heroic or romantic, happy or sad, scientific or not, you name it. You'll never know, maybe your writings will be the only legacy for your great great great grandchildren.

Think. Dream. Write. Inspire. Move.

Happy writing!

Monday, October 6, 2014

The 50 Q's Challenge

Okay, so I decided to take this challenge. Uhmm it's not my kind of things but hey, life's too short not to try new things, aite?

Here we go..

1. Grab the book nearest to you, turn to page 18, and find line 4.

"...cer, reflux oesophagitis, ulceration. Zollinger-Ell..."

2. Stretch your left arm out as far as you can, What can you touch?

Errr...patient's examination bed?

3. Before you started this survey, what were you doing?

Driving to the clinic

4. What is the last thing you watched on TV?

LOL! It was this music show on RCTI where the infamous dr. Boyke was the guest star. He was teaching how to succesfully make a baby *du-uh!

5. Without looking, guess what time it is

458 pm

6. Now look at the clock. What is the actual time?

Whoopsie... I accidentally looked at the clock first so it's exactly 458 pm

7. With the exception of the computer, what can you hear?

The air conditioner 

8. When did you last step outside? What were you doing?

Heading to my workplace. Wait, why am I doing this challenge? 42 more q's???

9. Did you dream last night?

Dreaming is way too mainstream. Ha!

10. Do you remember your dreams?

Well, I remember dreaming of peeing on the toilet while actually wetting my bed :p

11. When did you last laugh?

An hour ago

12. Do you remember why / at what?

My geographic knowledge I guess -___-

13. What is on the walls of the room you are currently in?

A mirror, a 6-steps-of-hygienic-handwash ads, and hanging bookshelves. *boooring!

14. Seen anything weird lately?

Nope

15. What do you think of this quiz?

I wonder how come the writer has so many question in his/ her mind

16. What is the last film you saw?

The Equalizer

17. If you could live anywhere in the world, where would you live?

Anywhere of course!

18. If you became a multi-millionaire overnight, what would you buy?

A private plane so I could go around the world ;)

19. Tell me something about you that most people don’t know.

I'm left handed

20. If you could change one thing about the world, regardless of guilt or politics, what would you do?

Support local farmers and build shelters for disabled people and homeless kids

21. Do you like to dance?

On special occasions, yes

22. Would you ever consider living abroad?

Rather stick with my parents

23. Does your name make any interesting anagrams?

Well it's actually taken from the name of a city and a country, so no

24. Who made the last incoming call on your phone?

My Ma

25. What is the last thing you downloaded onto your computer?

Total Burn Care e-book

26. Last time you swam in a pool?

5 months ago? 

27. Type of music you like most?

Easy-listening. Jazz and pop works pretty well for me :)

28. Type of music you dislike most?

Heavy metal!

29. Are you listening to music right now?

Nope

30. What color is your bedroom carpet?

Don't have one

31. If you could change something about your home, without worry about expense or mess, what would you do?

Rooftop pool and garden! Definitely!

32. What was the last thing you bought?

Grilled choco-cheese bread aka roti bakar coklat keju for my friend at work

33. Have you ever ridden on a motorbike?

Absolutely yes

34. Would you go bungee jumping or sky diving?

If only my Ma would let me

35. Do you have a garden?

Uh-huh. It's Ma's favorite place :) 

36. Do you really know all the words to your national anthem?

Let's say I'm quite good in memorizing words

37. What is the first thing you think of when you wake up in the morning?

What time is it?

38. If you could eat lunch with one famous person, who would it be?

Tim-ber-lake!!!

39. Who sent the last text message you received?

My boo

40. Which store would you choose to max out your credit card?

Kinokuniya

41. What time is bed time?

It's a wide range between 9 pm to 2 am

42. Have you ever been in a beauty pageant?

Nah

43. How many tattoos do you have?

None

44. If you don’t have any, have you ever thought of getting one?

Yes, a red dragon on my back

45. What did you do for your last birthday?

Had cake with my family. They matter most :)

46. Do you carry a donor card?

Yepp

47. Who was the last person you ate dinner with?

Mr. army man :D

48. Is the glass half empty or half full?

Half empty

49. What’s the farthest-away place you’ve been?

Copenhagen

50. When’s the last time you ate a homegrown tomato?

I really wish I could :(

Thursday, June 19, 2014

Lunch Time Pondering

Rabu sore kemarin, ibu gue tiba-tiba mengirim pesan via BBM, "Mama pergi ke Bogor ya sama anak-anak, sama Nangtua, Bryan, dan yang lain juga." Oke, BBM yang "sangat menghibur" di saat gue sedang bergelut dengan berlembar SPO (Standar Prosedur Operasional- red) yang harus diterjemahkan dalam rangka akreditasi rumah sakit tempat gue bekerja.

Yep, sekarang gue sedang menjalani magang di sebuah rumah sakit tentara di Jakarta. Sepulang dari Bima, gue memutuskan untuk segera melanjutkan pendidikan gue menjadi spesialis. Bedah plastik emang selalu jadi impian gue sejak gue masih koas. And lucky me, gue dapat kesempatan untuk magang dengan seorang ahli bedah plastik yang adalah ketua perhimpunan ahli bedah plastik di Indonesia.

Panjang sekali ceritanya gimana gue bisa terlibat dalam kegiatan akreditasi rumah sakit. Intinya, karena ketiadaan sumber daya manusia yang mumpuni untuk merampungkan proses akreditasi ini. Di tengah kepanikan rumah sakit inilah akhirnya gue diberdayakan untuk membantu menyelesaikan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh para dokter yang memang sangat sibuk ini.

Pekerjaan administratif seperti membuat SPO dan pedoman-pedoman tindakan medis menurut gue sangat membosankan, tapi apa daya, gue segan dan setengah kasihan melihat pak bos yang setiap hari kewalahan mengerjakan pekerjaannya. Jadwalnya sehari-hari selalu penuh dengan kegiatan rapat, operasi, praktik pribadi, dan banyak lagi. Agak ngeri memang membayangkan diri gue akan menjadi seperti dia dalam 20 tahun ke depan, tapi gue menikmati sekali berada di tengah keriweuhan dan dikejar-kejar deadline.

Daaan akhirnya waktu yang dinanti-nantikan akan segera tiba. Dua minggu lagi rumah sakit tempat gue bekerja akan kedatangan tim surveyor yang akan menilai rumah sakit itu layak untuk menerima akreditasi atau tidak. Tegang iya, panik iya, semangat apalagi. Akhirnya gue akan segera terbebas dari SPO dan pedoman-pedoman! 

Tapi ternyata justru menjelang hari H, masalah-masalah kecil bermunculan. Semua dokter di rumah sakit mulai panik dan menyelesaikan masalah masing-masing. Begitu pun dengan bos gue, si dokter panikan sedunia, yang sudah pasti heboh membenahi kekurangan dari hasil pekerjaannya. Gue pun ikutan lembur untuk merapikan dan menerjemahkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk akreditasi. 

Di tengah kelelahan lembur itulah, datang BBM manis dari ibu gue. How do I feel? Gue sama sekali nggak marah atau kecewa dengan keluarga gue yang pergi berlibur. Justru gue sedih karena gue nggak bisa meluangkan waktu gue untuk orang-orang terdekat gue. Even sebelum berangkat ke Bogor, ibu gue tetap nanya: "Nggak bisa izin sehari aja, Sayang?" Hati gue langsung ciut.

Gue bertanya pada diri gue sendiri. Apakah waktu bersama keluarga yang telah gue korbankan ini cukup setimpal dengan apa yang akan gue dapatkan nanti? Apakah gue akan punya kesempatan lain untuk menghabiskan waktu dengan mereka?

Gue pikir ini adalah problematika terbesar bagi orang-orang seumuran gue. We've been there, right? Kadang gue terlalu sibuk mengejar karier tanpa menyadari bahwa bapak gue udah lama sekali nggak kontrol diabetesnya, atau gue terlalu asyik dengan tugas gue dan lupa kalo udah hampir 3 bulan gue nggak menjalankan ritual nonton berdua ibu gue.

Gue nggak bermaksud mengadili siapa pun lewat tulisan ini. Ini murni adalah teguran buat diri gue sendiri. Hidup selalu menuntut kita untuk memilih. Ada orang yang mengejar uang dan karier dengan alasan agar dia dapat membahagiakan keluarganya kelak. Ada juga orang yang mengutamakan keluarganya karena dia takut tidak punya kesempatan yang sama untuk bisa menghabiskan waktu dengan keluarganya. Tidak ada pilihan yang benar atau salah, semuanya tergantung dari diri kita masing-masing.  

What about me? I have to go back to my work now, but I already had a plan to cook dinner for my family as soon as they get back from Bogor.

Choose well, people! :)

Friday, March 7, 2014

March 5th, 2014

To whom I always have the most tender feelings for.

"Our great goal in life is to love. The rest is silence.

We need to love. Even when it leads us to the land where the lakes are made of tears - the secret, mysterious place, the land of tears!

Tears speak for themselves. And when we feel like we have cried all we needed to cry, they still continue to flow. And just when we believe that our life is destined to be a long walk through the Vale of Sorrows, the tears suddenly vanish.

Because we managed to keep our heart open, despite the pain.
Because we realized that the person who left us didn't take the sun with them or leave darkness in their place. They simply left, and with every farewell comes a hidden hope."

Paulo Coelho

Tuesday, January 14, 2014

Thank You :)

Setelah 5 bulan hiatus, akhirnya saya memutuskan untuk kembali menulis di blog ini. Ternyata target untuk menulis tentang pengalaman internship saya setiap bulan tidak tercapai, karena 4 bulan terakhir masa internship dipenuhi dengan kegiatan presentasi kasus, menulis portfolio, melengkapi logbook, dan mengurus persiapan pulang kembali ke Jakarta.

31 Oktober 2013.

Itulah tanggal yang saya dan teman-teman sejawat saya nanti-nantikan. Itulah tanggal kepulangan kami ke ibukota, kepulangan kami ke rumah kami masing-masing. Untuk saya pribadi, kepulangan saya ke Jakarta menandakan berakhirnya satu bab dalam hidup saya. Bab yang cukup panjang, menguras emosi, tapi juga mengandung cuplikan-cuplikan manis. Dalam bab itu juga muncul karakter-karakter lain, yang tanpa mereka, bab internship saya ini hanya akan menjadi lembar-lembar kosong tanpa warna (eaaa...) Dan rasa-rasanya, saya tidak mau mengawali tahun 2014 tanpa mengucapkan terima kasih untuk mereka:

1.   CR
Gadis berdarah Tionghoa inilah yang menjadi teman sekamar saya selama 1 tahun internship. Awal-awal sekamar dengannya, saya selalu gondok melihat keberantakan CR. Mungkin bisa dibilang CR sial karena mendapat teman sekamar yang menderita obsessive-compulsive disorder (OCD) seperti saya. Menyadari kalau saya suka misuh-misuh bila melihat barang-barangnya yang berserakan di mana-mana, CR mulai rajin merapikan barang-barangnya. Bahkan pada akhir-akhir masa internship, dia mulai terlihat seperti saya yang suka ngedumel bila kamar kami tidak rapi. Kalau saya menularkan ke-OCD-an saya kepada CR, CR pun menularkan kecintaannya akan warna pink kepada saya. Gadis yang bercita-cita menjadi spesialis penyakit dalam ini sukses membuat saya membeli barang-barang bernuansa pink, padahal dulu saya paling anti dengan warna pink. Setahun hidup bersamanya, saya dapat menyimpulkan bahwa CR adalah gadis yang sangat baik dan calon ibu yang sangat ideal. Dia cerdas, pandai memasak, perhatian, humoris, dan selalu berpikiran positif. Beruntung sekali saya dapat mengenal dia lebih jauh selama 1 tahun.

2.   DAM
Bisa dibilang dialah pengganti ibu saya selama 1 tahun saya menjalani internship. DAM memang sangat keibuan. Dia sangat peduli dengan teman-temannya. Banyak orang mengira DAM judes dan galak, padahal sebetulnya dia orang yang sangat perhatian dan lembut hati.  DAM juga sangat suka mengobrol. Dialah makhluk paling sosial dari semua makhluk sosial yang saya kenal. Hampir tidak mungkin saya melewati satu hari tanpa mendapat pesan singkat dari DAM. DAM ini mempunyai tekad yang kuat, dia selalu berusaha 110% untuk meraih cita-citanya. Saya sendiri salut melihat perjuangannya untuk mencapai mimpinya. Saya sangat yakin kesempatan untuk menjadi spesialis anak terbuka lebar baginya. Saya pun berharap bahwa saat cita-citanya tercapai, saya masih ada di sana menjadi sahabatnya.

3.   CL
Manager yang baik, itulah CL. Eits, jangan salah. Di dalam tubuhnya yang kecil, tersimpan energi yang sangat besar. Selama 1 tahun internship, gadis inilah yang menjadi bendahara dalam kelompok kami. Dia juga yang mengurus semua kelengkapan yang dibutuhkan untuk kepulangan kami ke Jakarta. CL selalu jadi korban bully teman-temannya, dan dia selalu tidak bisa membalas bila sedang menjadi korban. Walau sering dibully, CL sangat solider dengan teman-temannya. Dia senantiasa membantu teman-temannya apabila dibutuhkan. Setahun hidup bersamanya, saya merasakan perubahan karakter CL. CL yang dulu sangat moody lambat laun menjadi lebih tenang dan mampu mengontrol emosinya. Mudah-mudahan perubahan yang baik itu tidak berhenti sesampainya di Jakarta.

4.   MC

Dialah satu-satunya pria dalam kelompok internship saya. Karena posisinya itulah, seringkali MC mengambil peran sebagai bapak bagi saya dan ketiga teman lainnya. MC sangat bisa diandalkan. Dia rela pergi ke puskesmas ketika ada pasien di malam hari, karena saya dan teman-teman perempuan saya yang lain tidak berani mengendarai sepeda motor ke Puskesmas di malam hari. Tidak hanya dalam urusan pekerjaan di rumah sakit atau puskesmas, MC juga turut mengambil tanggung jawab dalam urusan rumah tangga. MC adalah koki yang handal dan masakannya tidak kalah kelas dengan masakan di hotel. Hal ini boleh jadi disebabkan pengalamannya hidup sendiri di negeri kanguru yang mengharuskannya untuk bisa memasak sendiri. MC juga sangat senang mengajar. Jika ada kasus sulit, terutama dalam bidang kardiologi, kami tak perlu ragu untuk bertanya pada MC karena dia dengan senang hati akan menjelaskan, walau terkadang kami juga tidak mengerti karena penjelasannya yang sangat mendalam. MC memang sangat menggemari ilmu kardiologi. Dia juga bercita-cita untuk menjadi spesialis bedah toraks dan kardiovaskular. Sepertinya saya bisa membayangkan MC menjadi staf pengajar di RSCM. Semoga berhasil MC!

Wednesday, July 31, 2013

Eight Month: July 21st, 2013

That day was different. It was cloudy Sunday morning. I woke up at 6 a.m. as usual. The house was a mess, due to our scattered bags and unpacked stuffs and the residue from farewell dinner we had the night before. I had planned to go biking for the last time before I went back to town, so I did.

That day was different. I opened the garage's door, brought my bike out and started pedaling through my usual biking track. I decided not to bring along my earphones as usual. This time, I pedaled more slowly, breathed more deeply, and stared more to the view on my left and right rather than to the road I'm going through. I tried to sharpen all my senses, tried to absorb all the components of the village I was about to leave. The view of yellowish rice fields and green hills, the smell of morning grass and smoke from last night's fireplace, the sound of chickens and horses and some local people's greetings, and the chilly humid wind going through my face. I thought, I might or might not have the same experience in the future, so I wanted to save the memory of this place in my mind as much as I could.

That day was different. When I came back to the house, my friends were packing up the rest of our stuffs and cleaning up the house. I joined them in instance. We packed our stuffs in silence, we swept the floor in silence, we took a bath in silence, and we also had breakfast in silence, just as if we had different things going through our mind. Maybe some of us just realized that it was our last day in Madapangga and were in denial that we had to go back to town.

That day was different. A lady knocked on the door. The familiar voice called us. It was Bunda, our supervisor's wife. "This is it," I thought. When we opened the door, we saw the two figures that had been familiar to us for the past four months. We called the middle-aged man with grey hair and funny face "Pak Adi" and the lady with heart-warming smile on her lips all time "Bunda". Unlike any other days, that day we smiled awkwardly at each other. Farewell was getting near.

That day was different. It's been a while since the last time rain fall in Madapangga, but that day the rain chose to put extra melancholic nuance in Pak Adi's car which was taking us back to the city. The trip felt faster than ever, we felt like we arrived in town in just a blink of an eye. We arrived at our new home and we said good bye to Pak Adi and Bunda. Each of us had an odd handshake from Pak Adi and a big warm motherly hug from Bunda. With tears falling down our faces, we waved Pak Adi and Bunda good bye while their car was fading away.

That day was different. At least for me. It might be me who left Madapangga, but it was Madapangga which had left traces in me.

This post is specially dedicated to Pak Adi and Bunda, who have taught me a lot of life lessons during the four months I spent with them. Thank you for taking care of me and my friends as if we were your children, thank you for putting so much trust to five random persons that you barely know at first, and thank you for reminding us that there is so much more to life than just working your ass off days and nights for materials.

"Family isn't always about blood. It is the people in your life who want you in theirs; the ones who accept you for who you are, the ones who would do anything to make you smile, and love you no matter what." - Anonym

I think I just found my new family in Madapangga! :)

Me, Dini, Bunda, and Pak Adi in front of Senggigi Beach, Lombok, July 12th, 2013
.

Bulan Ketujuh: Momen Epik si Ibu Bidan

Suatu pagi yang cerah di PKM Madapangga.
Nia (N): "Bu, ibu menderita tekanan darah tinggi ya. Sebaiknya ibu mengurangi makan makanan asin, olah raga teratur, bla bla bla... "
Pasien (P): "Iyo" (angguk-angguk)
N: "Apa ibu sudah mengerti?"
P: (angguk-angguk dengan muka blank)
N: (curiga) "Kalau begitu silakan ambil obatnya di apotik, Bu."
P: (angguk-angguk tanpa tanda-tanda mau bergerak ke apotik)
N: "Bu, loa bahasa Indonesia?" ("Bu, bisa bahasa Indonesia?")
P: "Wati loa ni anaeee!" ("Tidak bisa nih, nakkk!")
N: (facepalm) "Lao ka apotik ta Ibu, ambil ja obat." ("Pergi ke apotik ya, Bu, ambil obatnya.")
P: (muka berbinar tanda mengerti) "Oo, iyo ta. Terima kasih Bu Bidan!"
N: "..."

***

Di hari  yang lain, seorang ibu datang membawa anaknya yang sudah 2 hari batuk dan demam.
N: "Aku periksa dulu ya anaknya, Bu."
Ibu pasien (IP): "Iya, Bu."
N: "Adek, buka mulutnya, yuk. Bilang 'Aaa..."
P: (tidak membuka mulut)
N: "Ayo buka mulutnya sebentar yuk, sayang."
P: (membekap kedua tangan di mulut)
IP: "AYO DONG BANG BUKA MULUTNYA, IBU BIDAN MAU PERIKSA!"

***

Beberapa minggu setelahnya, seorang ibu datang memeriksakan diri ke balai pengobatan. Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis, saya menyimpulkan ibu tersebut menderita vertigo. Saya memberi penjelasan bahwa ibu tersebut dapat dirawat di rumah, namun nampaknya dia tidak percaya dan  ingin diopname. Dia yakin dia mengalami pusing karena tekanan darah rendah dan harus diinfus. Dia pun menggerutu dalam bahasa Bima sambil berjalan keluar dari balai pengobatan.

Ternyata ibu tersebut tidak putus akal agar dirinya tetap diopname. Dia pun pergi ke IGD. Di sana dia bertemu dengan salah seorang teman sejawat saya. Dia mengatakan bahwa dia baru berobat dari balai pengobatan dan mendapat instruksi untuk segera diopname. Tak lama teman sejawat itu memanggil saya sambil tertawa geli, "NIA, PASIEN LO NIH KATANYA DISURUH DIOPNAME SAMA IBU BIDAN!"

***

Sebetulnya masih banyak momen-momen epik ketika saya dan semua sejawat saya yang berjenis kelamin perempuan mendapat panggilan "Ibu Bidan" dari masyarakat setempat. Setelah dipikir-pikir, wajar saja mereka menganggap kami bidan, karena selama belasan tahun terakhir, hanya ada satu dokter (yang kebetulan laki-laki) yang melayani masyarakat kecamatan Madapangga ini. Sepertinya sosok pria setengah baya dengan julukan "Pak Dokter" sudah terlalu melekat di benak mereka sehingga memanggil perempuan-perempuan usia 20-an seperti kami dengan julukan "Bu Dokter" nampak sangat tidak lazim.

Kali pertama dipanggil Ibu Bidan, saya masih berusaha menjelaskan bahwa saya adalah dokter, begitu pula dengan kali kedua dan ketiga. Mencapai kali kelima, keenam, dan ketujuh, saya mulai pasrah. Dalam benak saya, "Tak apalah masyarakat Madapangga mengingat saya sebagai Ibu Bidan, yang penting mereka mengingat saya sebagai seorang Ibu Bidan yang baik, sama seperti mereka mengingat Pak Dokter yang baik dan setia melayani mereka selama belasan tahun."