Wednesday, February 24, 2016
Baby Wishlist
Sunday, February 7, 2016
First Time Meeting dr. Bambang Karsono, SpOG(K)
Thursday, December 31, 2015
Christmas 2015
![]() |
Pinkish in-Laws + Reddish Us + Yellow Bro in Law |
![]() |
Sempet-sempetnya foto sama Pendeta! |
![]() |
Ber-Natal bersama rekan kerja suami :) |
Merry Christmas all! God bless you!
Wednesday, December 30, 2015
Drama 24 Desember 2015
Sedari lama suami saya sudah memberitahukan orang tua saya bahwa kami akan ber-Natal di Cimahi (rumah mertua). Orang tua saya pun setuju, karena sehari-harinya saya dan suami masih tinggal di rumah orang tua saya, maka ada baiknya waktu liburan dihabiskan di rumah mertua. Saya pun langsung mengiyakan. Memang kangen juga sih sama mertua.
Dua minggu sebelum Natal, suami mulai mencari tiket kereta ke Cimahi. Guess what? Habis dong tiketnya. Ternyata Natal tahun 2015 jatuh di hari Jumat, dan malam Natal tanggal 24 Desember yang biasanya bukan tanggal merah ternyata bertepatan dengan Hari Maulid Nabi sehingga dimerahkan juga. Bandung, Puncak, dan sekitarnya sudah pasti jadi sasaran empuk bagi warga Jakarta di long weekend. Huft!
Akhirnya suami saya berinisiatif membeli tiket travel di dekat rumah karena kami memang tidak berencana membawa kendaraan pribadi. Jadilah kami mendapat 2 tiket travel tanggal 24 Desember 2015 jam 6 pagi. Okay, sejauh ini tidak ada prasangka buruk. Hahaha... Semacet-macetnya paling jam 1 siang juga sampai, pikir saya.
Tibalah harinya saya berangkat ke Cimahi bersama suami. Saya sempat drama dengan meneteskan air mata karena tidak bisa merayakan natal bersama orang tua saya. Mama saya yang mengantarkan saya dan suami ke pool travel pun tampak berkaca-kaca. Hiks... Kalau dipikir-pikir memang drama sih, padahal 2 hari lagi juga saya sudah pulang lagi ke rumah orang tua. Hehe...
Berangkatlah kami ke Cimahi jam 6 pagi dari pool XTrans di Pulomas. Perasaan cukup lega ketika kami masuk tol Cempaka Putih dan tolnya terlihat lowong. Fiuh, ternyata jalanan lancar. Tetot! Dua puluh menit kemudian, ternyata jalan tol tersendat parah. Supir travel berinisiatif mengambil jalan keluar ke arah Cawang. Dan ternyata hasilnya sama saja. Semua jalan stuck! Supir travel pun memutar otak dan memutuskan untuk mengambil jalan biasa melewati Bekasi. Dan luar biasa, jalanan Bekasi pun macet luar biasa pemirsa!
Kami pun berhasil masuk tol Bekasi Timur pada pukul 12 siang. Saya sudah sangat pegal dan terlebih lagi lapar! Tol yang sangat macet dan cuaca yang tidak bersahabat (panas banget!) sukses membuat saya cranky. Bye-bye suasana mellow berpisah dari orang tua, sekarang yang saya pikirkan hanya ingin cepat sampai di Cimahi. Di km 30-an (jam 1 siang) akhirnya penumpang lain yang adalah sepasang turis muda dari Jepang meraung ingin ke toilet. Kasihan sekali mereka, pikir saya, pasti mereka trauma datang ke Indonesia lagi. Huhuhu...*puk-puk turis Jepang. Kami pun melipir di rest area km 38.
Dari sekian rest area yang ada, entah kenapa kami harus berhenti di rest area km 38. Rest area sangat buruk, toiletnya sangat kotor, meja makannya sedikit (dibanding pengunjung yang segambreng), dan makanannya pun tidak higienis karena dijajakan di gerobak terbuka. Antrian ke toilet sangat panjang membuat saya mengurungkan niat untuk buang air kecil. Saya lebih butuh makan dan minum. Karena pilihan makanan yang sedikit karena sudah diborong oleh pengunjung-pengunjung sebelumnya, saya dan suami hanya makan lontong sayur dan minum teh botol. Memang aji mumpung pengunjung tidak punya pilihan, para penjaja makanan pun mendongkrak harga makanan dan minuman. Rasanya saya ingin sekali marah-marah ke mereka, tapi energi saya sudah terkuras di jalan.
Kami pun melanjutkan perjalanan lagi. Ajaib, di km 40-an jalanan mulai lancar, lancar sekali bahkan! *tangis terharu. Muka supir yang tadinya tegang pun perlahan melemas, semangat Pak! Di rest area km 70-an supir kembali melipir karena kali ini dia yang kelaparan. Waktu menunjukkan jam 2 siang. Dengan senang hati saya turun ke rest area karena rest area kali ini lebih descent dari yang sebelumnya. Setelah buang air kecil dan beli minuman dingin, kami pun berangkat lagi. Jalanan masih sama lancarnya, bahkan hingga menjelang tol Pasteur, jalanan sangat lengang. Kami pun di drop di Giant Hypermart dan dijemput oleh adik suami untuk pulang ke Cimahi. It was 4.30 pm in the afternoon. Yak, dengan demikian tepat 10,5 jam saja waktu yang kami habiskan dari Jakarta ke Bandung! TEPAR!
Wednesday, December 23, 2015
Hari Lajang Terakhir dan Kak Sofia
1. Profesional. Seminggu sebelum hari H, Kak Sofia mengajak saya untuk ketemu dan membahas rencana make up saya untuk hari H. She really wrote all the details on her notebook! Dia datang tepat waktu ke rumah dan ke gedung, bahkan lebih cepat dari waktu yang dijanjikan. Hasil make up pun sesuai dengan permintaan saya.
2. Harga bersaing. Ini sih sebenarnya alasan kuat saya untuk mempercayakan riasan hari H kepada kak Sofia. Dengan harga yang sangat terjangkau, semua pengantin bisa disulap jadi manglingi. Bagi saya pribadi, make up yang bagus tidak harus selangit harganya, dan Kak Sofia proved it!
3. Kepribadiannya menyenangkan! Walaupun suka lama bales whatsapp dan kalau bales sepitik-sepitik, tapi ternyata Kak Sofia sangat ramah dalam kehidupan nyata. Hehehe... Dia mengajak saya ngobrol terus selama dirias untuk mengurangi rasa grogi, dan juga memberi pujian supaya saya percaya diri. Pokoknya keibuan deh. Hehehe...
![]() |
Me with the make up artist...cucok kan? |
Wednesday, October 7, 2015
Acara Adat Batak III: Partumpolon dan Martonggo/ Maria Raja
Ola! Mrs. Hutajulu's here! 😂
Yayaya.. akhirnya saya menikah!
How does it feel? Orang tua pasti akan bilang, bulan pertama pasti terasa indah kan? Hehehe.. Ya, bener sih. Tapi rasanya "baru" lebih tepat menggambarkannya. Saya merasa "baru".
Well, let's keep it as secret now, karena bukan itu topik postingan saya kali ini. Saya mau berbagi tentang pengalaman saya menjalani proses "Partumpolon/ Ikat Janji Pernikahan" dan Martonggo Raja. Nia, kenapa baru sekarang posting soal Martumpol? Basi kali! Hehehe.. Mungkin ada yang berpikir seperti itu ya? Yah, saya baru punya kesempatan sekarang dan saya ingin mengabadikan momentum ini untuk orang-orang yang akan membacanya kelak; para calon pengantin, peminat budaya Batak, dan calon-calon anak saya... 😊
Sebenarnya, tidak semua orang menjalani proses ini. Awalnya, tradisi ini dilaksanakan oleh jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) sebagai upaya untuk meneliti kesiapan hati calon pengantin dan menyelidiki adanya hal-hal yang mungkin menghalangi proses pernikahan. Memang telah terjadi pergeseran dari makna Partumpolon itu sendiri. Dahulu, Partumpolon diadakan secara sederhana, hanya dihadiri oleh calon pengantin, orang tua calon pengantin, penatua, dan pendeta. Namun, saat ini Partumpolon diadakan sebagai acara akbar dan melibatkan banyak orang.
Hal yang sama terjadi pada Acara Partumpolon saya. Acara sakral itu berlangsung pada tanggal 8 Agustus 2015 di Gereja HKBP Immanuel Kelapa Gading. Begitu banyak orang yang hadir, hingga memenuhi lantai 1 dan lantai 2 gereja. Aku mengambil tema nuansa "mint green". Mulai dari kebaya saya, cat kuku saya, kemeja abang, hingga sampul buku acara, semua bernuansakan warna "mint green".
Jujur saja, saya merasa lebih tegang saat Acara Partumpolon. Entah kenapa, jantung saya berdegup kencang saat prosesi masuk gereja hendak dimulai. Rasanya kaki saya lemas dan perut saya terkocok saat saya melangkah masuk ke dalam gereja bersama abang. Mungkin karena pandangan para teman dan keluarga yang memandangi kami berdua, mungkin juga karena saya harus menggunakan sendal tinggi yang tidak pernah saya pakai. Hahaha...
Singkat kata, karena kebaikan Tuhan, Acara Partumpolon berjalan lancar. Sempat terjadi mati lampu di awal acara selama kurang lebih 3 menit, tapi puji Tuhan semua teratasi dengan baik. Pada inti Acara Partumpolon, saya dan abang menyatakan kesungguhan hati kami untuk membangun pernikahan Kristen, kami juga menyatakan bahwa kami tidak terlibat hubungan perkawinan dengan siapapun, dan menyatakan kasih kami satu sama lain dalam bentuk tukar cincin. Saya ingat cincin abang mendadak terlalu kecil sehingga dia membantu saya untuk memasangkan cincin bertuliskan "NIA" itu di jarinya. Hihihi...
Seusai Partumpolon, acara dilanjutkan dengan makan sore bersama kemudian Martonggo Raja. Martonggo Raja adalah istilah untuk pihak yang marhobas di Pesta Unjuk/ Ulaon Na Gok karena semenjak Marhori-Hori Dinding sudah disepakati bahwa Pesta Untuk ini menganut Alap Jual (pesta diadakan oleh keluarga pengantin perempuan). Sementara itu, pihak pengantin laki-laki (yang tidak mengadakan pesta) mengadakan acara Maria Raja. Untuk efektivitas, acara Martonggo Raja dan Maria Raja dilaksanakan di Ruang Serbaguna Gereja HKBP Immanuel Kelapa Gading.
Inti dari acara Martonggo Raja dan Maria Raja adalah koordinasi akhir dalam keluarga. Dalam acara itu Raja Parhata menjelaskan runtutan acara Pesta Unjuk agar keluarga mengetahui di mana mengambil peran. Memang pesta pernikahan Batak adalah benar-benar acara keluarga. Semua saudara pasti terlibat ambil bagian dalam Pesta Unjuk. Saya sendiri tidak banyak terlibat dalam perbincangan ini, karena lebih banyak berfoto bersama abang dengan fotografer Mas Micko dari Mitra Photo.
Pengalaman saya, rasa stress, tegang, dan sensitif lebih banyak berkurang setelah Acara Partumpolon. Saya lebih tenang menghadapi pernikahan, dan merasa yakin bahwa abang adalah pria terbaik untuk menjadi partner saya mengarungi biduk rumah tangga. Untuk para calon pengantin yang masih mempersiapkan diri menghadapi Partumpolon, jangan lupa untuk berdoa ya. Berdoalah yang sungguh-sungguh, minta Tuhan campur tangan dalam acaramu. Selain itu jaga kesehatan dengan makan seimbang, istirahat cukup, dan minum air putih yang banyak. Untuk hari H, bawa barang seperlunya saja, seperti uang persembahan, tissue, lipstik, dan emergency things seperti lem kuku (bagi yang menggunakan kuku palsu), plester, dan obat sakit kepala.
Vendors:
Dekor: Toko Bunga Cikini, Cikini
Cincin: Toko Mahkota, Cikini
Kotak cincin: Iris Seserahan, Malang (@irisseserahan)
Buku acara: Family Printing, Rawamangun
Fotografer: Mas Micko (@mitraphoto)
Monday, August 3, 2015
Holiness Upon Happiness
Ola! Long time no post, eh?
Well today I decided to update my blog in the middle of wedding prep craziness. It is 24 days to my wedding day! Just like any other bride-zillas, I'm struggling with my mood swing. I realized that I am getting more sensitive and irritable these days, crankier than ever. Oh well, so much for the intro!
In this post, I am so willing to tell you my experience on the last Sunday before my engagement service (Partumpolon/ Ikat Janji). After the Sunday School Service was dismissed, my fellow teacher asked the children to stay in the class. They were going to practice a song for my engagement service.
Nothing can explain how deeply touched my heart was when I hear the children started to sing the chorus. Not by the innocent faces of the children or by their clear and heavenly voices (although they did contribute the emotional situation). I was moved when I hear these phrases of the song:
Ajarilah kami bahasa cinta-Mu, agar kami dekat pada-Mu, ya Tuhanku
Ajarilah kami bahasa cinta-Mu, agar kami dekat pada-Mu
(Teach us Thy language of love, so that we may become to You, our Lord
Teach us Thy language of love, so that we become close to You)
I know it is an old song. Some of us might have known this song since we were just Sunday School students. But today, I just realized the meaning of the song.
Just in a split second, a book crossed my mind. It was a book lent by my colleague few weeks ago. "Sacred Marriage" by Gary Thomas. I was still going through half of the book at that time. This book was really interesting. On the cover of the book, there is a question sentence: "What if God designed marriage to make us holy more than to make us happy?" When I read the question, I thought: "Well, nobody has ever asked me this!"
As I went through the book, I learned the value of a marriage. It is not by superficial reasoning that God called the Israelites His "bride". We all know how self-willed the Israelites were. They turned to gods so many times, most of the times because the didn't get what they asked for from God. Those times were not a happy time for "the Groom". But amazingly, as many times as His bride "betrayed" Him, there are more times that God showed mercy upon the Israelites. Everytime the tribe turned their back on God, God punished them, but then He sent them a helper through prophets and judges to facilitate their repentance. The Old Testaments teached us a lot about God's endless love to His "bride", literally through thick and thin!
God's love is so limitless that He finally sent His only Child, Jesus Christ, to bring salvation to the falling world. Jesus had to die and rise in order to release us from the slavery of sin. God is willing to unite with us. The book of Revelation depicted this union as a wedding, describing the faithful Christian as the "bride". Through the New Testaments, we learn about Christ's perseverance.
You see? Such a deep relationship, deepest even, a marriage means, that God used it to reflect His relationship with us. So, is there any better way to improve our relationship with God than to improve our marriage life? Is there any better way to be a good bride for God than to be a good bride for your spouse? It is very clear that God designed marriage to teach us the way we should love God.
Regarding the title I've put on this post, I am not saying that Christian marriage must be far from happiness. It is just an invitation for us to take a look at marriage from a different perspective. I believe that happiness will come along, but the focus is still on achieving holiness.
I suppose now you understand why I am so touched by the lyrics of the song. Marriage can be a doorway for a closer walk to God, and I really hope that my marriage will be such. For all of my friends who are married, dating, or still waiting for a partner to share God's love, I really recommend you to read the book. May the Lord teach us the language of His love, so we may grow closer to Him.