Thursday, December 31, 2015

Christmas 2015

Setelah drama tanggal 24 Desember berakhir dan saya sudah mengisi ulang tenaga di malam harinya, tibalah Hari Natal yang ditunggu-tunggu! Hohoho... Natal pertama saya sebagai istri, menantu, dan kakak ipar! *yeay*

Saya bersama keluarga Hutajulu mengikuti ibadah Natal di HKBP Cimahi jam 11 pagi. Nanggung banget yah pas sebentar lagi jam makan siang. Huhuhu... Untuk antisipasi kelaparan di tengah ibadah, saya sudah membawa beberapa kue kering dan susu kotak.

Kostum Natal tahun ini tidak ada yang istimewa. Semenjak menikah memang suami memberi mandat bahwa kostum kami harus senada setiap ke gereja, sama seperti kedua mertua saya. Oh, okay kayaknya batik gampang disesuaikan, angan saya.
Pinkish in-Laws + Reddish Us + Yellow Bro in Law
Sempet-sempetnya foto sama Pendeta!

Ternyata seminggu sebelum Natal, suami mendapat hadiah Natal kemeja merah dari mama saya (jangan tanya saya dapat atau nggak. Hiks!). Akhirnya saya pun membawa gaun merah lama saya untuk menyesuaikan warna kemeja suami.

Sepulang dari ibadah, kami makan siang bersama di rumah mertua, mengobrol, lalu tidur siang. Sorenya suami mengajak saya berkunjung ke rumah komandannya di Gumil. Kebetulan komandan suami juga seorang Nasrani, maka berangkatlah kami ke rumah beliau untuk ber-Natal bersama.

Saya agak heboh sebelum berangkat ke rumah komandan suami, khawatir kesan pertama saya jelek di mata komandan (apalagi bu komandan. Glek!). Rok saya kependekkan nggak? Serius enggak apa-apa digerai rambutnya? Dan seterusnya saya meracau di jalan menuju rumah komandan suami. Ehh... Puji Tuhan ternyata komandan suami beserta istri sangat santai. Mereka sangat menyenangkan dan suka bercanda. Sebelum kami, sudah ada beberapa senior abang yang juga datang untuk mengucapkan selamat Natal. Akhirnya kami makan-minum dan mengobrol sampai jam 9 malam. Kami pun pamit pulang karena besok pagi harus berangkat pagi-pagi sekali ke Jakarta. My best friend is getting married! Wohoo...
Ber-Natal bersama rekan kerja suami :)

To make it short, it's not bad at all to celebrate Christmas with the in-laws. Justru Natal kali ini terasa berbeda karena saya bisa mengenal keluarga dan rekan-rekan kerja suami lebih jauh. Hehehe. After all, Christmas is not about the festivities, right? It is about caring and sharing with the closest persons in your life.

Merry Christmas all! God bless you!

Wednesday, December 30, 2015

Drama 24 Desember 2015

Dilema setelah menikah, terutama bagi sepasang suami istri Batak adalah: Natalan di mana?

Sedari lama suami saya sudah memberitahukan orang tua saya bahwa kami akan ber-Natal di Cimahi (rumah mertua). Orang tua saya pun setuju, karena sehari-harinya saya dan suami masih tinggal di rumah orang tua saya, maka ada baiknya waktu liburan dihabiskan di rumah mertua. Saya pun langsung mengiyakan. Memang kangen juga sih sama mertua.

Dua minggu sebelum Natal, suami mulai mencari tiket kereta ke Cimahi. Guess what? Habis dong tiketnya. Ternyata Natal tahun 2015 jatuh di hari Jumat, dan malam Natal tanggal 24 Desember yang biasanya bukan tanggal merah ternyata bertepatan dengan Hari Maulid Nabi sehingga dimerahkan juga. Bandung, Puncak, dan sekitarnya sudah pasti jadi sasaran empuk bagi warga Jakarta di long weekend. Huft!

Akhirnya suami saya berinisiatif membeli tiket travel di dekat rumah karena kami memang tidak berencana membawa kendaraan pribadi. Jadilah kami mendapat 2 tiket travel tanggal 24 Desember 2015 jam 6 pagi. Okay, sejauh ini tidak ada prasangka buruk. Hahaha... Semacet-macetnya paling jam 1 siang juga sampai, pikir saya.

Tibalah harinya saya berangkat ke Cimahi bersama suami. Saya sempat drama dengan meneteskan air mata karena tidak bisa merayakan natal bersama orang tua saya. Mama saya yang mengantarkan saya dan suami ke pool travel pun tampak berkaca-kaca. Hiks... Kalau dipikir-pikir memang drama sih, padahal 2 hari lagi juga saya sudah pulang lagi ke rumah orang tua. Hehe...

Berangkatlah kami ke Cimahi jam 6 pagi dari pool XTrans di Pulomas. Perasaan cukup lega ketika kami masuk tol Cempaka Putih dan tolnya terlihat lowong. Fiuh, ternyata jalanan lancar. Tetot! Dua puluh menit kemudian, ternyata jalan tol tersendat parah. Supir travel berinisiatif mengambil jalan keluar ke arah Cawang. Dan ternyata hasilnya sama saja. Semua jalan stuck! Supir travel pun memutar otak dan memutuskan untuk mengambil jalan biasa melewati Bekasi. Dan luar biasa, jalanan Bekasi pun macet luar biasa pemirsa!

Kami pun berhasil masuk tol Bekasi Timur pada pukul 12 siang. Saya sudah sangat pegal dan terlebih lagi lapar! Tol yang sangat macet dan cuaca yang tidak bersahabat (panas banget!) sukses membuat saya cranky. Bye-bye suasana mellow berpisah dari orang tua, sekarang yang saya pikirkan hanya ingin cepat sampai di Cimahi. Di km 30-an (jam 1 siang) akhirnya penumpang lain yang adalah sepasang turis muda dari Jepang meraung ingin ke toilet. Kasihan sekali mereka, pikir saya, pasti mereka trauma datang ke Indonesia lagi. Huhuhu...*puk-puk turis Jepang. Kami pun melipir di rest area km 38.

Dari sekian rest area yang ada, entah kenapa kami harus berhenti di rest area km 38. Rest area sangat buruk, toiletnya sangat kotor, meja makannya sedikit (dibanding pengunjung yang segambreng), dan makanannya pun tidak higienis karena dijajakan di gerobak terbuka. Antrian ke toilet sangat panjang membuat saya mengurungkan niat untuk buang air kecil. Saya lebih butuh makan dan minum. Karena pilihan makanan yang sedikit karena sudah diborong oleh pengunjung-pengunjung sebelumnya, saya dan suami hanya makan lontong sayur dan minum teh botol. Memang aji mumpung pengunjung tidak punya pilihan, para penjaja makanan pun mendongkrak harga makanan dan minuman. Rasanya saya ingin sekali marah-marah ke mereka, tapi energi saya sudah terkuras di jalan.

Kami pun melanjutkan perjalanan lagi. Ajaib, di km 40-an jalanan mulai lancar, lancar sekali bahkan! *tangis terharu. Muka supir yang tadinya tegang pun perlahan melemas, semangat Pak! Di rest area km 70-an supir kembali melipir karena kali ini dia yang kelaparan. Waktu menunjukkan jam 2 siang. Dengan senang hati saya turun ke rest area karena rest area kali ini lebih descent dari yang sebelumnya. Setelah buang air kecil dan beli minuman dingin, kami pun berangkat lagi. Jalanan masih sama lancarnya, bahkan hingga menjelang tol Pasteur, jalanan sangat lengang. Kami pun di drop di Giant Hypermart dan dijemput oleh adik suami untuk pulang ke Cimahi. It was 4.30 pm in the afternoon. Yak, dengan demikian tepat 10,5 jam saja waktu yang kami habiskan dari Jakarta ke Bandung! TEPAR!

Wednesday, December 23, 2015

Hari Lajang Terakhir dan Kak Sofia

Yayaya... Hampir empat bulan sudah berlalu dari pernikahan saya dan saya baru menulis ceritanya hari ini! Hahahaha procrastinator sejati!
Satu hari sebelum pernikahan saya, saya putuskan untuk mengambil cuti untuk menenangkan diri di rumah. Saya menonton TV, masker muka, scrubbing, suntik vitamin B kompleks dan memasang cat kuku. Untuk pilihan warna cat kuku, saya memilih warna merah dengan aksen french manicure warna emas. Sederhana. Saya pun memilih menggunakan kuku sendiri karena takut kuku saya tiba-tiba lepas saat menyalami orang banyak.
Findry sang tukang kuku (@paintitnails) tiba di rumah jam 7 malam, di mana saya dan mama udah cranky berat karena kami mau tidur cantik (akhirnya enggak tidur juga, sih...) Kuku mama langsung dikerjain dalam waktu 1 jam, sementara kuku saya dikerjakan dalam 1,5 jam. Alhasil kami baru masuk kamar masing-masing jam 9.30 malam. Sang pandongani, aka Lia, sahabat saya sejak sekolah minggu, sudah stand by di rumah sejak jam 6 sore. Ya, saya sudah mewanti-wanti dari jauh hari, Lia harus tidur sama saya semalam sebelum hari pernikahan.
Di kamar, bukannya langsung tidur, saya malah ngobrol kesana kemari dengan Lia. Sambil menyusun pakaian untuk dibawa sepulang pesta (iya, saya enggka pulang ke rumah lagi setelah pesta...hiks) dan untuk bulan madu. Ohlala...segala macam lingerie kami bahas...hahaha... lalu setelah itu kami tidur. NAAAH! Selesai packing instead of tidur saya malah memasangkan cat kuku untuk Lia. Iya, baru dengar kan, pengantin yang memasangkan cat kuku untuk Pandongani?
Alhasil segala kerecokan kami diakhiri pukul 00.30 pagi, kami berdua tidur lelap sampai... Jam 3 pagi saya dibangunkan oleh mbak di rumah! Sambil mengetuk pintu dia berseru, "Non, periasnya sudah sampai." Huaooo...tiba juga harinya, 28 Agustus 2015!!!
Harapan saya dulu bisa bangun dengan cantik, berdoa, lalu melenggang manis ke kamar mandi sebelum disulap jadi barbie. Realitas: bangun-bangun perut mules, langsung mandi ala kadarnya, dan lari-lari ke kamar mama, karena di sanalah saya akan dirias oleh Kak Sofia. Kak Sofia ternyata tiba lebih cepat dari perjanjian, yang dibilang akan datang jam 3.30. Akhirnya jam 3.15 saya mulai disulap oleh Kak Sofia. Mama dan mertua saya pun ternyata sudah berangkat ke Salon Okta di pulomas untuk dirias. Mama memang dari awal tidak mau didandani oleh Kak Sofia karena dia belum pernah mencoba, tapi percayalah setelah melihat hasil riasan saya diapun mengakui kemampuan Kak Sofia.
Setelah dirias dan disanggul selama 1,5 jam Kak Sofia mengatakan harus ganti pasien dulu. Triknya adalah dia harus mendandani orang lain dulu sebelum merias saya lagi. "Supaya tahu di mana yang kurang," katanya. Alhasil saya rehat sejenak sambil mengisi perut dengan teh manis. Setelah mematut diri di kaca, jantung saya baru mulai berdegup cepat. SAYA AKAN MENIKAH!
Make up Kak Sofia untuk hari pernikahan saya berbeda jauh dengan make up saat Martumpol. Kalau orang-orang bilang make up Martumpol terlalu soft, maka kali ini kak Sofia lebih berani untuk "mengelir" muka saya. Riasan mata, blush on, dan warna lipstik yang dipakai lebih bold. Tatanan rambut untuk pemberkatan sesuai dengan permintaan saya, yaitu dengan belahan menyamping untuk menyesuaikan bentuk wajah saya yang memanjang. Bunga mawar di rambut juga sesuai permintaan, yaitu mawar putih. Saya suka sekali dengan hasil make up pada saat pemberkatan.
Setelah Ibadah Pemberkatan selesai pukul 11.00 kami langsung bergegas menuju Gedung Mulia & Raja untuk acara Pesta Unjuk. Saya takut terlambat untuk datang, karena hari itu dan adalah hari Jumat dan jalanan Jakarta di hari Jumat seringkali tidak manusiawi. Untungnya ada seorang bapak PM yang mengiringi mobil pengantin dengan motor besar yang berbunyi tetotetot (voorijder kalo kata orang bule). Hehehe..
Setibanya di gedung, tepatnya pukul 11.30, ternyata Kak Sofia sudah menanti saya di ruang pengantin. Syukurlah, saya tidak harus menunggu untuk di touch up. Saya langsung duduk di depan kaca dandan dan Kak Sofia tidak menunggu lebih lama lagi untuk mendandani saya.
Untuk hair do dan make up saat Pesta Unjuk, saya sudah mengingatkan Kak Sofia sebelumnya bahwa saya ingin poni saya ditarik ke belakang semua karena saya akan menggunakan sortali. Bunga mawar di rambut pun diganti menjadi warna merah, dan ditambahkan dengan sepasang roncean melati, satu panjang sampai dada, satunya pendek sebahu. Saya pun meminta Kak Sofia untuk mengganti warna lipstik saya menjadi warna merah supaya lebih cerah. Awalnya sih saya kurang pede dengan warna merah ini karena takut bibir saya terlalu dominan dibanding seluruh wajah, tapi dengan kelihaian Kak Sofia... Jreng! Entah kenapa bentuk bibir saya jadi bagus dan warnanya pun bagus! Hihihi... Senang dan puas!
Akhirnya jam 12.00 kami pun dipanggil oleh panitia untuk memasukki gedung. Saya berterima kasih banyak sama Kak Sofia karena berkat riasannya, saya makin percaya diri untuk melangkah masuk ke gedung.
Untuk ketahanan make up, Kak Sofia enggak perlu diragukan lagi. Dia udah pakem banget sama pesta batak yang pastinya seharian (sigh...). Jadi riasan saya tetep on sampai malam hari (pesta selesai jam 20.00) bahkan sampai acara manjalo parumaen di hotel (jam 22.00). Paling banter hidung saya saja yang agak mengkilat karena minyak, tapi itu pun sangat dimaklumi karena tipe wajah saya yang berminyak.
To make it short, menurut saya inilah kelebihan Kak Sofia sebagai seorang make up artist:
1. Profesional. Seminggu sebelum hari H, Kak Sofia mengajak saya untuk ketemu dan membahas rencana make up saya untuk hari H. She really wrote all the details on her notebook! Dia datang tepat waktu ke rumah dan ke gedung, bahkan lebih cepat dari waktu yang dijanjikan. Hasil make up pun sesuai dengan permintaan saya.
2. Harga bersaing. Ini sih sebenarnya alasan kuat saya untuk mempercayakan riasan hari H kepada kak Sofia. Dengan harga yang sangat terjangkau, semua pengantin bisa disulap jadi manglingi. Bagi saya pribadi, make up yang bagus tidak harus selangit harganya, dan Kak Sofia proved it!
3. Kepribadiannya menyenangkan! Walaupun suka lama bales whatsapp dan kalau bales sepitik-sepitik, tapi ternyata Kak Sofia sangat ramah dalam kehidupan nyata. Hehehe... Dia mengajak saya ngobrol terus selama dirias untuk mengurangi rasa grogi, dan juga memberi pujian supaya saya percaya diri. Pokoknya keibuan deh. Hehehe...
Me with the make up artist...cucok kan?

Wednesday, October 7, 2015

Acara Adat Batak III: Partumpolon dan Martonggo/ Maria Raja

Ola! Mrs. Hutajulu's here! 😂

Yayaya.. akhirnya saya menikah!
How does it feel? Orang tua pasti akan bilang, bulan pertama pasti terasa indah kan? Hehehe.. Ya, bener sih. Tapi rasanya "baru" lebih tepat menggambarkannya. Saya merasa "baru".

Well, let's keep it as secret now, karena bukan itu topik postingan saya kali ini. Saya mau berbagi tentang pengalaman saya menjalani proses "Partumpolon/ Ikat Janji Pernikahan" dan Martonggo Raja. Nia, kenapa baru sekarang posting soal Martumpol? Basi kali! Hehehe.. Mungkin ada yang berpikir seperti itu ya? Yah, saya baru punya kesempatan sekarang dan saya ingin mengabadikan momentum ini untuk orang-orang yang akan membacanya kelak; para calon pengantin, peminat budaya Batak, dan calon-calon anak saya... 😊

Sebenarnya, tidak semua orang menjalani proses ini. Awalnya, tradisi ini dilaksanakan oleh jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) sebagai upaya untuk meneliti kesiapan hati calon pengantin dan menyelidiki adanya hal-hal yang mungkin menghalangi proses pernikahan. Memang telah terjadi pergeseran dari makna Partumpolon itu sendiri. Dahulu, Partumpolon diadakan secara sederhana, hanya dihadiri oleh calon pengantin, orang tua calon pengantin, penatua, dan pendeta. Namun, saat ini Partumpolon diadakan sebagai acara akbar dan melibatkan banyak orang.

Hal yang sama terjadi pada Acara Partumpolon saya. Acara sakral itu berlangsung pada tanggal 8 Agustus 2015 di Gereja HKBP Immanuel Kelapa Gading. Begitu banyak orang yang hadir, hingga memenuhi lantai 1 dan lantai 2 gereja. Aku mengambil tema nuansa "mint green". Mulai dari kebaya saya, cat kuku saya, kemeja abang, hingga sampul buku acara, semua bernuansakan warna "mint green".

Jujur saja, saya merasa lebih tegang saat Acara Partumpolon. Entah kenapa, jantung saya berdegup kencang saat prosesi masuk gereja hendak dimulai. Rasanya kaki saya lemas dan perut saya terkocok saat saya melangkah masuk ke dalam gereja bersama abang. Mungkin karena pandangan para teman dan keluarga yang memandangi kami berdua, mungkin juga karena saya harus menggunakan sendal tinggi yang tidak pernah saya pakai. Hahaha...

Singkat kata, karena kebaikan Tuhan, Acara Partumpolon berjalan lancar. Sempat terjadi mati lampu di awal acara selama kurang lebih 3 menit, tapi puji Tuhan semua teratasi dengan baik. Pada inti Acara Partumpolon, saya dan abang menyatakan kesungguhan hati kami untuk membangun pernikahan Kristen, kami juga menyatakan bahwa kami tidak terlibat hubungan perkawinan dengan siapapun, dan menyatakan kasih kami satu sama lain dalam bentuk tukar cincin.  Saya ingat cincin abang mendadak terlalu kecil sehingga dia membantu saya untuk memasangkan cincin bertuliskan "NIA" itu di jarinya. Hihihi...

Seusai Partumpolon, acara dilanjutkan dengan makan sore bersama kemudian Martonggo Raja. Martonggo Raja adalah istilah untuk pihak yang marhobas di Pesta Unjuk/ Ulaon Na Gok karena semenjak Marhori-Hori Dinding sudah disepakati bahwa Pesta Untuk ini menganut Alap Jual (pesta diadakan oleh keluarga pengantin perempuan). Sementara itu, pihak pengantin laki-laki (yang tidak mengadakan pesta) mengadakan acara Maria Raja. Untuk efektivitas, acara Martonggo Raja dan Maria Raja dilaksanakan di Ruang Serbaguna Gereja HKBP Immanuel Kelapa Gading.

Inti dari acara Martonggo Raja dan Maria Raja adalah koordinasi akhir dalam keluarga. Dalam acara itu Raja Parhata menjelaskan runtutan acara Pesta Unjuk agar keluarga mengetahui di mana mengambil peran. Memang pesta pernikahan Batak adalah benar-benar acara keluarga. Semua saudara pasti terlibat ambil bagian dalam Pesta Unjuk. Saya sendiri tidak banyak terlibat dalam perbincangan ini, karena lebih banyak berfoto bersama abang dengan fotografer Mas Micko dari Mitra Photo.

Pengalaman saya, rasa stress, tegang, dan sensitif lebih banyak berkurang setelah Acara Partumpolon. Saya lebih tenang menghadapi pernikahan, dan merasa yakin bahwa abang adalah pria terbaik untuk menjadi partner saya mengarungi biduk rumah tangga. Untuk para calon pengantin yang masih mempersiapkan diri menghadapi Partumpolon, jangan lupa untuk berdoa ya. Berdoalah yang sungguh-sungguh, minta Tuhan campur tangan dalam acaramu. Selain itu jaga kesehatan dengan makan seimbang, istirahat cukup, dan minum air putih yang banyak. Untuk hari H, bawa barang seperlunya saja, seperti uang persembahan, tissue, lipstik, dan emergency things seperti lem kuku (bagi yang menggunakan kuku palsu), plester, dan obat sakit kepala.

Vendors:
Dekor: Toko Bunga Cikini, Cikini
Cincin: Toko Mahkota, Cikini
Kotak cincin: Iris Seserahan, Malang (@irisseserahan)
Buku acara: Family Printing, Rawamangun
Fotografer: Mas Micko (@mitraphoto)

Monday, August 3, 2015

Holiness Upon Happiness

Ola! Long time no post, eh?

Well today I decided to update my blog in the middle of wedding prep craziness. It is 24 days to my wedding day! Just like any other bride-zillas, I'm struggling with my mood swing. I realized that I am getting more sensitive and irritable these days, crankier than ever. Oh well, so much for the intro!

In this post, I am so willing to tell you my experience on the last Sunday before my engagement service (Partumpolon/ Ikat Janji).  After the Sunday School Service was dismissed, my fellow teacher asked the children to stay in the class. They were going to practice a song for my engagement service.

Nothing can explain how deeply touched my heart was when I hear the children started to sing the chorus. Not by the innocent faces of the children or by their clear and heavenly voices (although they did contribute the emotional situation). I was moved when I hear these phrases of the song:

Ajarilah kami bahasa cinta-Mu, agar kami dekat pada-Mu, ya Tuhanku
Ajarilah kami bahasa cinta-Mu, agar kami dekat pada-Mu

(Teach us Thy language of love, so that we may become to You, our Lord
Teach us Thy language of love, so that we become close to You)

I know it is an old song. Some of us might have known this song since we were just Sunday School students. But today, I just realized the meaning of the song.

Just in a split second, a book crossed my mind. It was a book lent by my colleague few weeks ago. "Sacred Marriage" by Gary Thomas. I was still going through half of the book at that time. This book was really interesting. On the cover of the book, there is a question sentence: "What if God designed marriage to make us holy more than to make us happy?" When I read the question, I thought: "Well, nobody has ever asked me this!"

As I went through the book, I learned the value of a marriage. It is not by superficial reasoning that God called the Israelites His "bride". We all know how self-willed the Israelites were. They turned to gods so many times, most of the times because the didn't get what they asked for from God. Those times were not a happy time for "the Groom". But amazingly, as many times as His bride "betrayed" Him, there are more times that God showed mercy upon the Israelites. Everytime the tribe turned their back on God, God punished them, but then He sent them a helper through prophets and judges to facilitate their repentance. The Old Testaments teached us a lot about God's endless love to His "bride", literally through thick and thin!

God's love is so limitless that He finally sent His only Child, Jesus Christ, to bring salvation to the falling world. Jesus had to die and rise in order to release us from the slavery of sin. God is willing to unite with us. The book of Revelation depicted this union as a wedding, describing the faithful Christian as the "bride". Through the New Testaments, we learn about Christ's perseverance.

You see? Such a deep relationship, deepest even, a marriage means, that God used it to reflect His relationship with us. So, is there any better way to improve our relationship with God than to improve our marriage life? Is there any better way to be a good bride for God than to be a good bride for your spouse? It is very clear that God designed marriage to teach us the way we should love God.

Regarding the title I've put on this post, I am not saying that Christian marriage must be far from happiness. It is just an invitation for us to take a look at marriage from a different perspective. I believe that happiness will come along, but the focus is still on achieving holiness.

I suppose now you understand why I am so touched by the lyrics of the song. Marriage can be a doorway for a closer walk to God, and I really hope that my marriage will be such. For all of my friends who are married, dating, or still waiting for a partner to share God's love, I really recommend you to read the book. May the Lord teach us the language of His love, so we may grow closer to Him.

Tuesday, April 14, 2015

Acara Adat Batak II: Patua Hata dohot Marhusip

Hi!

Melanjutkan postingan 2 bulan yang lalu tentang tata cara pernikahan adat Batak, kali ini aku mau membagikan pengalamanku tentang acara Patua Hata dohot Marhusip. Acara ini adalah kelanjutan dari acara Marhori-Hori Dinding. Marhusip artinya adalah berbisik-bisik. Mengapa dinamakan demikian? Karena pada dasarnya acara ini bukan acara adat dengan formasi lengkap, maksudnya Hula-Hula atau keluarga dari mama tidak ikut menghadiri acara.

Pada sejarahnya, Marhusip dilakukan malam hari di rumah calon pengantin perempuan. Namun, saat ini banyak terjadi perubahan dalam pelaksanaannya karena penyesuaian dengan kegiatan lainnya (orang Batak terkenal selalu sibuk berpesta di akhir pekan, bukan?) Acara marhusip dihadiri oleh keluarga pihak paranak, keluarga pihak parboru, dan juga beberapa saksi (biasanya dongan sahuta).

Puji Tuhan aku dan abang sudah menjalani acara Patua Hata dohot Marhusip pada tanggal 4 April 2015. Acara ini dihadiri oleh keluarga Sihombing (keluargaku), keluarga Hutajulu (keluarga abang), dan dongan sahuta. Acara dimulai pada jam 11 pagi dan selesai jam 3 sore. Acara diawali dengan kedua raja parhata (ahli bicara) dari kedua belah pihak yang saling bersahut-sahutan. Setelah itu keluarga pihak pengantin perempuan menyambut kedatangan pihak pengantin laki-laki yang datang membawa makanan. Karena acara Marhusip dibuat pada siang hari, maka rangkaian acaranya dilaksanakan setelah makan siang bersama.

Dalam acara Marhusip ini, setiap hal terkait acara pesta adat/ pesta unjuk dibahas dengan teliti. Setelah pembicaraan selesai, barulah kedua calon mempelai dipersilakan untuk masuk ke ruang pertemuan. Aku diberi nasihat singkat oleh raja parhata keluarga Sihombing dan abang pun demikian. Setelah itu kami menyalami keluarga besar pasangan. Pada saat itu aku menyalami dan memperkenalkan diri kepada keluarga besar Hutajulu dan abang juga melakukan hal yang sama kepada keluarga Sihombing.

Seusai perkenalan, setiap orang yang hadir dalam acara Marhusip mendapat uang ingot-ingot, yaitu sejumlah kecil uang sebagai "pengingat" untuk para keluarga agar terus berpartisipasi dalam proses pernikahan adat dan juga bagi kedua calon mempelai untuk menjaga komitmen masing-masing sampai hari pernikahan tiba. Akhirnya acara pun ditutup dengan doa bersama agar persiapan acara pernikahan berjalan lancar. Amin :)

Thursday, April 2, 2015

Sebuah Tindakan Kebaikan Acak

Hai, apa kabar?

Hari ini aku mau bercerita tentang kejadian menarik yang kualami baru-baru ini. Dua buah episode yang terangkai dalam satu cerita yang memberi suatu pembelajaran bagiku. Ya, manusia memang tidak akan pernah berhenti belajar, bukan?

Cerita ini tidak akan terjadi bila Tuhan tidak menempatkanku di tempat kerja yang baru. Ya, karena tempat kerjaku yang baru terbilang sangat jauh dari rumah dan mengharuskanku melewati jalan tol untuk pulang ke rumah. Di Jakarta, setiap pintu tol mempunyai 2 macam gerbang, yaitu gerbang biasa dan gerbang tol otomatis (GTO). Setelah beberapa hari melewati gerbang tol biasa, aku memperhatikan bahwa antrian mobil di GTO tidak sepanjang antrian di gerbang tol biasa. "Kalau aku punya kartu E-Toll tentu aku dapat memotong waktu perjalananku ke rumah," pikirku. Akhirnya dimulailah sayembara pencarian kartu tersebut. Aku mencari-cari di swalayan dan toko, namun kartu tersebut selalu telah habis terjual, sementara aku tidak punya waktu untuk pergi ke bank karena pekerjaan.

Akhirnya kuurungkan niatku untuk membeli kartu E-Toll. Aku pun pulang ke rumah dengan melewati gerbang biasa seperti sebelumnya. Suatu hari, ada kemacetan parah di pintu tol Cililitan. Ternyata hari itu ada kecelakaan lalu lintas di jalan tol. Alhasil pergerakan mobil sangat lambat, bahkan aku sempat berhenti selama 10 menit di pintu tol. Saat berhenti itulah, aku menanyakan kepada bapak petugas di gerbang tol, di mana aku dapat membeli kartu E-Toll. "Biasanya ada, Mbak, yang suka jualan di depan pintu tol. Tapi hari ini lagi enggak ada," jawabnya. Mendengar jawaban itu, aku agak sedih. Ternyata sulit sekali untuk mendapatkan kartu itu. Tak lama mobil pun  bergerak maju. Kemacetan parah membuat mobilku hanya maju sedikit-sedikit.

Tak lama seseorang mengetuk kaca jendela mobilku. Sebelum menengok sebenarnya aku sempat merasa waswas karena maraknya berita tentang pembegalan akhir-akhir ini. Tapi untungnya, ternyata bapak petugas pintu tol yang menghampiriku. Setelah kubuka jendela mobilku, dia  menyodorkan kartu
E-Toll kepadaku. "Ini, Mbak, ambil saja. Saya punya dua kartu," ujarnya. Refleks saya merasa senang sekali mendapat kartu yang sudah kuincar beberapa hari terakhir. Bapak petugas pintu tol bahkan menawarkan untuk mengisikan kartu tersebut agar bisa segera kupakai (di saat-saat seperti itu aku bersyukur untuk kemacetan di Jakarta ini...hahaha).

Singkat cerita, akhirnya aku mempunyai kartu E-Toll itu, dan memang benar, aku bisa menghemat beberapa menit waktu perjalanan pulang ke rumah. Tapi cerita tidak berhenti di situ. Seminggu kemudian, aku melewati pintu tol yang sama, yaitu pintu tol Cililitan. Aku masuk ke gerbang GTO. Saat mengantri, entah kenapa mobil di depanku berhenti sangat lama. Akhirnya seorang bapak keluar dari mobil dan memintaku untuk memundurkan mobil karena dia telah salah memasuki gerbang. Dia tidak memiliki kartu E-Toll.

Namun aku tidak bisa memundurkan mobilku karena antrian mobil di belakangku juga mulai memanjang. Dengan panik, bapak pemilik mobil di depanku minta maaf pada pengendara mobil-mobil di belakangku dan meminta mereka untuk mundur juga. Pengemudi-pengemudi di belakangku tampak kesal dan akhirnya hampir terjadi keributan. Aku pun teringat akan kartu E-Toll pemberian bapak petugas pintu tol.

Satu minggu yang lalu, di pintu tol Cililitan, seorang bapak petugas pintu tol telah memberikanku, orang yang tidak dikenalnya, kartu E-Toll-nya dengan cuma-cuma. Sekarang aku diberi kesempatan untuk melakukan kebaikan kepada seorang yang tidak kukenal. Di pintu tol yang sama, dengan sebuah kartu yang sama.

Aku pun keluar dari mobil dan memutuskan untuk meminjamkan kartu itu pada bapak pemilik mobil di depanku. Bapak itu tampak sangat lega dan berterima kasih.

Mungkin ini cerita yang sederhana saja, tapi aku belajar sesuatu dari cerita ini. Kita selalu diberi kesempatan untuk melanjutkan perbuatan baik. Aku memutuskan untuk percaya bahwa bapak yang kutolong itu akan melanjutkan perbuatan baik yang diterimanya, sama seperti yang kuterima dari bapak petugas pintu tol.

Nah, perbuatan baik apa yang akan kamu lakukan hari ini?

Monday, February 23, 2015

Acara Adat Batak: Marhori-Hori Dinding

Pernikahan adalah salah satu acara (ulaon dalam bahasa Batak) terbesar dalam adat Batak. Lain halnya dengan tata cara pernikahan ala orang Barat yang sederhana namun tetap berkesan, pernikahan adat Batak bisa dibilang rumit atau "njelimet". Sebelum sepasang pengantin mengikrarkan janji untuk terus bersama sampai maut memisahkan, ternyata banyak juga rangkaian acara yang harus dijalani oleh kedua calon pegantin.

Tata cara pernikahan adat Batak tidak banyak menarik perhatianku sampai akhirnya aku sendiri yang harus menjalaninya. Ternyata banyak tahap yang harus kami jalani sebelum pemberkatan di gereja. Inilah tahap-tahap pernikahan adat Batak yang akan kami jalani:
1. Mangarisika/ Perkenalan
2. Marhori-Hori Dinding
3. Marhusip dohot Marhata Sinamot
4. Martumpol
5. Martonggo Raja dohot Marria Raja
6. Pamasu-masuon
7. Pesta Unjuk/ Pesta Adat

Banyak ya? Percaya atau tidak, tahap-tahap di atas adalah simplifikasi dari tata cara pernikahan adat Batak pada masa lampau!

Singkat cerita, hari Sabtu yang lalu, tepatnya tanggal 21 Februari 2015, bertempat di kediaman orang tuaku di Bogor, aku dan abang telah melalui tahap marhori-hori dinding. Tanggal tersebut memang sudah ditentukan sejak acara perkenalan orang tua beberapa bulan yang lalu. Dalam acara ini keluarga dekat dari pihak laki-laki dan perempuan saling berkenalan dan membicarakan beberapa hal, seperti tanggal marhusip, tanggal martumpol dan martonggo raja/ marria raja, tanggal pamasu-masuon dan pesta unjuk, tanggal resepsi, besaran sinamot, dan pemegang pesta (paranak/ parboru).

Puji Tuhan acara berjalan lancar. Acara dihadiri oleh sekitar 40 orang dari keluargaku dan abang. Makan siang disiapkan sendiri oleh ibuku, dibantu olehku dan beberapa saudara perempuan. Makanannya sangat memuaskan dan semua tamu memuji masakan ibuku.

Seusai acara marhori-hori dinding, ada acara tambahan, yaitu acara perayaan ulang tahun abang kandungku, abang, ayah dari abang, dan ayahku. Sebuah kebetulan yang menyenangkan bukan, mereka berempat berulang tahun di bulan Februari. Mereka pun meniup lilin bersama-sama dan kami semua berdoa untuk mereka. Acara pun selesai sekitar pukul 5 sore. 

Tidak terasa kami sudah melalui tahap marhori-hori dinding. Ada rasa lega dan bersyukur karena Tuhan masih menyertai kami hingga sejauh ini, namun juga sedikit cemas karena waktu semakin tipis, sementara begitu banyak hal yang harus dipersiapkan, terutama untuk kehidupan setelah pesta pernikahan. Ya, semua kekhawatiran hanya bisa kutumpahkan dalam doa. Percaya Dia yang mampukan kami :)


Saturday, January 31, 2015

Christian Procrastination?

"Procrastination is the practice of carrying out less urgent tasks in preference to more urgent ones, or doing more pleasurable things in place of less pleasurable ones, and thus putting off impending tasks to a later time, sometimes to the "last minute" before the deadline." (Wikipedia-red)

Halo!
Pernahkah kamu mendengar istilah procrastination/ procrastinator? Istilah ini baru kuketahui saat masih duduk di bangku kuliah. Hehehe.. Istilah ini tepat sekali untuk aku yang selalu menunggu deadline untuk menyelesaikan hal-hal yang seharusnya bisa dicicil sebelumnya. Banyak alasan untuk menunda pekerjaan. Bagiku, pacuan adrenalin menjelang deadline mendorong aku untuk bekerja cepat dan kreatif.

Tapi renungan hari ini menegurku dengan keras. Bacaan diambil dari 2 Korintus 5-6 tentang pendamaian dengan Allah. Sebagai ilustrasi, penulis renungan menggambarkan seseorang yang berlari-lari masuk ke gerbong kereta ketika muncul peringatan pintu gerbong akan segera ditutup. Sebenarnya mereka bisa datang lebih pagi agar tidak perlu tergesa-gesa.

Namun tidak demikian halnya dengan keselamatan. Hari penghakiman akan datang dengan tiba-tiba tanpa peringatan. Apabila kita tidak mempersiapkan diri, pintu gerbong surga akan tertutup dan meninggalkan kita. Berlari tergesa-gesa pun tak ada gunanya.

Siapa sih yang tidak rindu untuk naik kereta keselamatan? Hehehe.. Aku rasa itulah tujuan hidup akhir dari seorang Kristen. Makanya, pagi ini, setelah membaca renungan ini, aku mau merubah mindset-ku. Tidak selamanya procrastination berdampak baik untukku. Setidaknya dalam kehidupan rohaniku. Jangan tunda ibadah mingguku, jangan tunda memberi perpuluhanku, jangan tunda doa pagi dan renungan harianku, dan jangan tunda pelayanan yang telah kurencanakan sedari dulu. Inilah saatnya. Aku, kamu, kita harus sama-sama mempersiapkan diri untuk hari kedatangan-Nya.

Wednesday, January 21, 2015

Do You Know?

So it happens that I've been a regular consumer of red-fleshed dragon fruit or so-called pitaya since a year ago, but it's not until last month that I found my urine got purplish-reddish color after I had my red pitaya. Well it scared me quite much. Have I consumed non-safe/ indigestible coloring agent?

Hence, I tried to google it and... what a relieve! Thanks to wikip***a which answered my question in a blink. It is written on the web that significant consumption of red-fleshed dragon fruit/ red pitaya (Latin name: Hylocereus costaricensis) results in red coloration of urine and faeces, or medically called pseudohematuria. Now, you're wondering how much dragon fruit I have, huh? LOL

So, I guess it's safe for me to have my red dragon fruit :) I know it's random,  my dear mates, but hope it helps!

Saturday, January 3, 2015

2015

Happy new year dear friends!

God is faithful; yesterday, now, and tomorrow ❤